22 July 2014

IMAN KRISTEN DIPERSIMPANGAN KETUHANAN



( Antara Iman dalam Unity – Dwility – Trinity yang amburadul )

Dasar : Injil Yohanes : 1 : 1-2
1.      Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. 
2. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah.



Dalam kedua ayat tersebut sebenarnya sangat aneh, dimana Firman dan Allah sama-sama menjadi permulaan yang abadi. Firman (kalam Tuhan) menjadi sesuatu yang seakan-akan hidup tersendiri. Ia terlepas dari Allah sebagai Tuhan Pencipta dan Penguasa semesta alam. Ini bukan sesuatu yang terjadi secara kebetulan saja karena mustahil apabila keberadaan Tuhan dianggap sebagai sebuah kebetulan Ada. Firman digambarkan sebagai sesuatu yang hidup, yang menjadi permulaan segala yang ada. Ia mempunyai kuasa dan kehendak yang kuat tersendiri diluar Allah. Ia seakan-akan bisa disebut sebagai Tuhan yang berdiri sendiri (Independences God). Tapi apakah mungkin Firman (kalam Tuhan) bisa berbuat dan berkuasa sendiri tanpa Allah sebagai Dzat Yang Maha Pencipta ?
Mari kita renungkan pernyataan berikut : Pada mulanya Deni, Deni bersama-sama Parto dan Deni itu adalah Parto. Disinilah letak kejanggalan dalam ayat ini. Firman digambarkan sebagai mahluk hidup seperti halnya malaikat, iblis, manusia, hewan, tumbuhan atau yang lainnya diluar Dzat Tuhan, sehingga Firman tersebut bertemu dengan Allah dan menyatu dengan-Nya secara Two In One dalam menciptakan segala sesuatu di alam ini. Hal ini dapat dilihat dengan adanya penulisan huruf kapital F pada kalimat Firman, yang menandakan adanya sesuatu yang luar biasa dalam Firman tersebut, serta cara penyusunan kata yang terdapat pada kedua ayat diatas. Perhatikan ayat-ayat sanggahan berikut yang menjelaskan dengan tegas bahwa Allah adalah Yang Maha Dahulu dan Maha Akhir, dan bukan Firman :
“Firman-Nya lagi kepadaku : ”Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir”. (Kitab Wahyu : 21 : 6)
“Aku adalah Alfa dan Omega, Yang pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir”.
(Kitab Wahyu : 22 : 13)
Hal ini dirujuk kembali pada ayat ke-2 yang menerangkan bahwa Firman itu mempunyai kedudukan yang sepadan dengan Allah, dengan kalimat “bersama-sama dengan Allah”.  Jika antara Allah dan Firman terdapat hubungan yang erat, maka Firman itu harus diangkat juga sebagai Tuhan seperti Allah, sebab ia juga kekal dan paling awal sama seperti keberadaan Allah. Permulaan Firman bersamaan dengan ada-Nya Allah. Hal ini menunjukkan bahwa Firman dan Allah mempunyai rasa saling ketergantungan antara keduanya, karena keduanya merupakan bentuk individu yang terpisah. Allah seakan-akan mempunyai rasa ketergantungan dengan Firman sehingga Ia perlu bersatu dengan Firman dalam menciptakan segala sesuatu. Firman juga perlu bersatu dengan Allah supaya Ia mempunyai kedudukan nyata bagi mahluk yang akan mereka ciptakan nantinya. Pertanyaannya : Siapakah diantara keduanya yang menjadi Tuhan sebenarnya ? Siapakah diantara keduanya yang mempunyai hak untuk mencipta dan mengatur kehidupan ? Apakah keduanya ? Yang jelas kedua ayat ini bukan sabda Yesus, serta sosok Firman yang dimaksud dalam ayat ini tidak tertuju kepada pribadi Yesus sama sekali, karena Yesus adalah Manusia biasa (makhluk baru), apalagi ayat ini mengajarkan Dualitas Tuhan, dan jelas sangat bertentangan dengan ayat berikut :
“Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku”. (Kitab  Keluaran : 20 : 3)
“Engkau diberi melihat-Nya untuk mengetahui, bahwa TUHANlah Allah, tidak ada yang lain kecuali Dia”. (Kitab Ulangan : 4 : 35)
“Jawab Yesus : ”Hukum yang terutama ialah : Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa”. (Injil Markus :12 :29)
“Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa”. (Kitab Ulangan : 6 : 4)
“Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa TUHANlah Allah yang dilangit di atas dan dibumi dibawah, tidak ada yang lain”. (Kitab  Ulangan : 4 : 39)
“Sebab itu Engkau Besar, ya Tuhan Allah, sebab tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada allah selain Engkau menurut segala yang kami tangkap dengan telinga kami”. (2  Samuel : 7 : 22)
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus yang telah Engkau utus”. (Injil Yohanes : 17 : 3)
“Maka berkatalah Yesus kepadanya : “Enyahlah, Iblis ! sebab ada tertulis : Engkau  harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti !”. (Matius : 4 : 10)
“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring : “Eli, Eli, Lamma Sabakhtani ? artinya : Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku ?”. (Injil Matius : 27 : 46)
“Lalu berkatalah Daud kepada Abigail : “Terpujilah Tuhan, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini”. (1 Samuel : 25 : 32)
“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya”. (1 Tawarikh : 16 : 36)
“Ia (Raja Salomo/ Nabi Sulaiman) berkata : “Terpujilah Tuhan, Allah orang  Israel, yang telah menyelesaikan dengan tangan-Nya dengan mulut-Nya kepada Daud, ayahku ”. (2 Tawarikh : 6 : 4)
“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri”. (Mazmur Daud : 72 : 18)
“Ya Allah, Janganlah jauh dari padaku, Allahku, segeralah menolong aku”. (Mazmur Daud : 71 : 12)
“…………yang datang dari Allah yang Esa”. (Injil Yohanes : 5 : 44)
Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan bahwa Tuhan Allah adalah Esa ada-Nya dan Yesus hanya sebatas manusia biasa yang menjadi utusan-Nya khusus kepada bangsa sesat Israel, tidak untuk yang lainnya. Jika ayat diatas dianggap benar dan wajib untuk diimani, maka ayat-ayat yang manakah tersebut diatas yang paling benar ? apakah benar semuanya ? Atau salah semuanya ? Dan apabila ayat tersebut salah, siapakah yang salah ? Tuhan kah, Yesus kah, pengarang Injil kah ? Patutkah sebuah kitab suci yang digunakan sebagai pedoman agama terdapat banyak pertentangan dan kesalahan dalam segi apapun juga? Jawabannya menurut Islam sebagaimana yang telah termaktub dalam Al-Qur’an, yang bersalah adalah Para Penulis Injil (Al-Kitab). Hal ini sesuai dengan Firman Alloh SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
“Sungguh celaka besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya “Ini dari Alloh”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu”.  (Q.S. Al-Baqoroh 79)
“..... segolongan dari mereka mendengar firman Alloh, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui”. (Q.S. Al-Baqoroh 75)
Perubahan dan kerusakan pada teks-teks kitab Bible (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) yang disorot oleh surat Al-Baqoroh tersebut adalah merupakan fakta yang tak terbantahkan (Unquetionable). Untuk lebih jelasnya, berikut ini kesaksian Pastor J.R. Dummelow yang menyatakan bahwa “Jika diteliti sedalam-dalamnya dan sedetil-detilnya, maka haruslah diakui bahwa kitab Torat (Taurat Musa) menerangkan banyak hal yang sangat bertentangan dengan pengertian yang turun-temurun, yang dalam bentuknya kini adalah karya Nabi Musa. Misalnya sudah dapat dipastikan bahwa nabi Musa tidak pernah sama sekali menuliskan peristiwa kematiannya sendiri serta peristiwa-peristiwa setelah kematiannya dalam kitab Ulangan 34. Bab-bab lain yang sukar sekali dianggap sebagai tulisan nabi Musa ialah kitab Keluaran 6: 26, 11: 3, 16: 35-36”. Kitab Imamat orang Lewi 18: 24 –28, Kitab Bilangan 12: 3, 2: 13 – (Bible Commentary hal. XXIV). Dan selanjutnya Dummelow mengemukakan : “Jika diteliti dengan seksama, menyebabkan banyak sarjana mempunyai keyakinan bahwa tulisan nabi Musa hanyalah berwujud bahan-bahan yang belum sempurna atau hanya sebatas bahan-bahan maknawi saja, dan kitab Taurat yang berbentuk sekarang ini, bukanlah pekerjaan satu orang saja melainkan sebuah kitab yang dihimpun dari bermacam-macam yang ada (hal. XXVI). Demikian pula dalam bagian hukum, kitab ini nampak banyak sekali pertentangan, dan pertentang ini bukanlah mengenai hal-hal yang kurang pokok atau kurang penting, melainkan mengenai hukum pokok yang terpenting – (hal. XXVI)“. Dari kenyataan inilah Pastor J.R. Dummelow menyarankan :”Lebih baik tidak dipercaya lagi teks-teks Perjanjian Baru itu, mula-mula para penulis Bible menulisnya dalam bahasa Yunani.......padahal ajaran Yesus diucapkan dalam bahasa Aram.....bahkan pada akhir-akhir ini, kami tidak menemukan penghargaan yang lebih tinggi terhadap ayat suci yang disalin dari kitab Perjanjian Lama. Kadang-kadang seorang penyalin tidak memasukkan apa-apa yang ada dalam Teks, melainkan memasukkan apa-apa yang ia pikir seharusnya ada dalam teks. Ia hanya mempercayai pikiran sendiri yang cenderung berubah-ubah, atau bahkan teks tersebut disesuaikan dengan pendapat aliran yang dianutnya – (hal. XXVI)”. Jadi, pendapat yang telah dikemukakan oleh Dummelow ini adalah meng-amin-kan kedua ayat Al-Qur’an diatas karena memang terdapat pertentangan yang amat tajam antar ayat dan kisah-kisahnya. Ia juga mengemukakan sekali lagi bukti kesaksiannya terhadap Bible yang telah ditulis oleh para penyalin yang dungu :
“Ia seumpama biji sawi yang diambil dan ditaburkan orang dikebunnya, biji itu tumbuh menjadi pohon dan burung-burung diudara bersarang pada cabang-cabangnya”. (Injil Lukas : 13 : 19)
Jika ayat ini firman Tuhan, maka tentunya tidak menyalahi kodrat-Nya (hukum alam), karena sampai saat ini belum pernah ada tanaman sawi yang sejenis sayuran, berubah menjadi pohon rindang yang besar, dan dahannya dapat ditenggeri burung-burung atau bahkan ditempati sebagai sarang burung. Jangankan burung, ulat pun yang bertengger, tanaman sesawi itu sudah sangat kepayahan. Akal siapa yang dapat menerima hal itu, apa lagi dipandang sebagai firman Tuhan. Tetapi tidak sampai disitu, teolog Kristen yang menyadari kelemahannya, akhirnya mengubah lagi ayat diatas sehingga “nampak seperti” firman Tuhan yang asli seperti dalam Bibel yang diterbitkan pada edisi percobaan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) Jakarta dengan nomor kode IBS – 03 – 25 M – TIV – 560 P – 1976 sehingga :
“Itu seperti biji beringin yang diambil oleh seseorang lalu ditanam diladang. Biji itu tumbuh lalu menjadi pohon dan burung-burung membuat sarang dicabang-cabang pohon itu”. (Lukas, Kitab Pembawa Kesejahteraan Sejati pasal 13 : 19)
Selain itu, Untuk memperjelas makna istilah Tuhan dan Allah, penulis mencoba menguraikan perbedaan kata tersebut sebagai berikut :
a. Makna istilah kata Tuhan” adalah Penguasa.
Dalam bahasa Yunani disebut Kyrios, bahasa Ibrani menyebut Jehova, Ja Hu Wa, JHW, bahasa Inggris menyebutkan Lord, bahasa Arab menyebutnya Rabb. Kata Rabb berasal dari kata kerja bahasa Arab Rabba-yarubbu-Rabban yang berarti “Memimpin, memiliki, mengumpulkan, mengawasi, memelihara, mengasuh, memperbaiki....”. (Kamus Al-Munawir).
b. Makna istilah kata “Allah” adalah Allah Yang Maha Segalanya.
Dalam bahasa Yunani disebut Theo, bahasa Ibrani menyebut E’loah, E’lohim, E’lyot, E’li, bahasa Arab menyebut Allah. Lafadz Allah disini merupakan kata yang berdiri sendiri (Lafadz Ghoiru Musytaq) dan bukan berasal dari kata kerja yang lain. Inilah yang dinamakan Lafdzul Jalalah (Lafadz yang agung) atau Al-Ismul A’dzom (nama Dzat yang Agung). Lafadz agung ini tidak bisa dan tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apapun sehingga dapat mengaburkan pemahaman terhadap Tuhan yang sesungguhnya. Contoh kata “God” (bahasa Belanda) yang mempunyai bentuk jama’ Goden (Tuhan yang lebih dari satu) atau God (Tuhan laki-laki) dan Godin (Tuhan perempuan).
c. Makna istilah kata Ilahadalah Sesuatu yang diserupakan dengan Dzat Tuhan atau Tuhan palsu.
Dalam bahasa Arab, Ilah mengandung di dalamnya makna “yang disembah dan dimintai” tentang hal-hal yang gaib. Jadi, Tuhan belum tentu merujuk kepada Allah, akan tetapi Allah sudah pasti Tuhan yang sebenarnya. Berikut ini makna kata Tuhan Bapa  dan Anak Tuhan :
o   Ada beberapa sebutan bagi Allah sebagai Tuhan Yang Esa dan Agung, yang dipergunakan dalam bahasa Al-Kitab yaitu diantaranya Tuhan Bapa, Tuhan Allah Israel, Allah Abraham, Allah Musa dan lain-lain. Hal ini tidak diberarti bahwa Tuhan Allah itu berjenis kelamin Laki-laki ataupun berjumlah lebih dari satu, akan tetapi di identikkan dengan Tuhan bagi orang yang beriman dan tidak berarti menitipkan benih-Nya kepada Maria untuk dilahirkan dalam bentuk Yesus, melainkan menunjukkan bahwa Allah-lah Tuhan Yang Esa dan Maha Segala-galanya.
Perlu diingat, hanya Yesus sajalah yang menyebut Allah dengan kalimat “Bapaku”, maka selain Yesus tidak ada yang menyebut  Allah demikian, sebagaimana yang termaktub berikut :
“Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang disorga”. (Injil Matius : 23 :9)
o  Sebutan “Anak Tuhan” semakna dengan Anak Allah dan Anak Bapa, namun makna sebenarnya dari istilah kata tersebut bukan berarti bahwa Allah telah beranak-pinak sehingga mempunyai keturunan. Maka, pantaskah Tuhan bersilsilah seperti mahluk-Nya ? Perlukah peraturan untuk berkembang-biak bagi Tuhan ? Dari sinilah keganjilan itu muncul dan kita wajib membuang jauh doktrin si Setan Gila dengan Trinitasnya yang menyatakan Tuhan itu tiga tetapi Satu ini. Jadi, sebutan diatas sebenarnya bermakna Majazi (Kiasan) yang berarti “Manusia pilihan Allah”. Seperti Anak Kapal dan Anak Sekolah yang berarti bukan kapal dan sekolahan tersebut beranak baik fisik (biologis) maupun non-fisik, tetapi bahwa anak atau orang tersebut selalu terikat oleh peraturan-peraturan kapal dan pelajaran-pelajaran di sekolah.
Maka, yang benar sesuai dengan Al-Qur’an bahwa Alloh SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna, Tuhan Yang Tiada Permulaan dan Tiada Akhir, Tuhan Yang Maha Segalanya, dan Yesus hanyalah manusia biasa yang menjadi nabi dan utusan-Nya saja kepada Bangsa Israil sesat saat itu.