( Antara Iman dalam Unity –
Dwility – Trinity yang amburadul )
Dasar :
Injil Yohanes : 1 : 1-2
1.
Pada mulanya adalah
Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.
2. Ia pada mulanya
bersama-sama dengan Allah.
Dalam kedua ayat tersebut sebenarnya sangat aneh,
dimana Firman dan Allah sama-sama menjadi permulaan yang abadi. Firman (kalam Tuhan) menjadi sesuatu yang
seakan-akan hidup tersendiri. Ia terlepas dari Allah sebagai Tuhan Pencipta dan
Penguasa semesta alam. Ini bukan sesuatu yang terjadi secara kebetulan saja
karena mustahil apabila keberadaan Tuhan dianggap sebagai sebuah kebetulan Ada.
Firman digambarkan sebagai sesuatu yang hidup, yang menjadi permulaan segala
yang ada. Ia mempunyai kuasa dan kehendak yang kuat tersendiri diluar Allah. Ia
seakan-akan bisa disebut sebagai Tuhan yang berdiri sendiri (Independences God). Tapi apakah
mungkin Firman (kalam Tuhan)
bisa berbuat dan berkuasa sendiri tanpa Allah sebagai Dzat Yang Maha Pencipta ?
Mari kita renungkan pernyataan berikut : Pada mulanya Deni, Deni bersama-sama Parto
dan Deni itu adalah Parto. Disinilah letak kejanggalan dalam ayat ini.
Firman digambarkan sebagai mahluk hidup seperti halnya malaikat, iblis,
manusia, hewan, tumbuhan atau yang lainnya diluar Dzat Tuhan, sehingga Firman
tersebut bertemu dengan Allah dan menyatu dengan-Nya secara “Two In One” dalam menciptakan segala sesuatu di alam ini.
Hal ini dapat dilihat dengan adanya penulisan huruf kapital F pada kalimat Firman, yang menandakan adanya sesuatu yang luar biasa dalam Firman tersebut, serta cara penyusunan kata yang
terdapat pada kedua ayat diatas. Perhatikan ayat-ayat sanggahan berikut yang
menjelaskan dengan tegas bahwa Allah adalah Yang
Maha Dahulu dan Maha Akhir, dan bukan Firman :
“Firman-Nya lagi kepadaku : ”Semuanya telah terjadi. Aku adalah Alfa dan
Omega, Yang Awal dan Yang Akhir”. (Kitab Wahyu : 21 : 6)
“Aku adalah Alfa dan Omega, Yang pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal
dan Yang Akhir”.
(Kitab Wahyu : 22 : 13)
Hal ini dirujuk kembali pada ayat ke-2 yang
menerangkan bahwa Firman itu mempunyai kedudukan yang sepadan dengan Allah,
dengan kalimat “bersama-sama dengan
Allah”. Jika antara Allah dan
Firman terdapat hubungan yang erat, maka Firman itu harus diangkat juga sebagai
Tuhan seperti Allah, sebab ia juga kekal dan paling awal sama seperti
keberadaan Allah. Permulaan Firman bersamaan dengan ada-Nya Allah. Hal ini
menunjukkan bahwa Firman dan Allah mempunyai rasa saling ketergantungan antara
keduanya, karena keduanya merupakan bentuk individu yang terpisah. Allah
seakan-akan mempunyai rasa ketergantungan dengan Firman sehingga Ia perlu
bersatu dengan Firman dalam menciptakan segala sesuatu. Firman juga perlu
bersatu dengan Allah supaya Ia mempunyai kedudukan nyata bagi mahluk yang akan
mereka ciptakan nantinya. Pertanyaannya : Siapakah diantara keduanya yang
menjadi Tuhan sebenarnya ? Siapakah diantara keduanya yang mempunyai hak untuk
mencipta dan mengatur kehidupan ? Apakah keduanya ? Yang jelas kedua ayat ini
bukan sabda Yesus, serta sosok Firman yang dimaksud dalam ayat ini tidak
tertuju kepada pribadi Yesus sama sekali, karena Yesus adalah Manusia biasa (makhluk baru), apalagi ayat ini
mengajarkan Dualitas Tuhan, dan jelas sangat bertentangan dengan ayat berikut :
“Jangan ada padamu allah lain dihadapan-Ku”.
(Kitab Keluaran : 20 : 3)
“Engkau diberi melihat-Nya untuk mengetahui, bahwa TUHANlah Allah, tidak
ada yang lain kecuali Dia”. (Kitab Ulangan : 4 : 35)
“Jawab Yesus : ”Hukum yang terutama ialah :
Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa”. (Injil Markus
:12 :29)
“Dengarlah, hai orang Israel : Tuhan itu Allah
kita, Tuhan itu Esa”. (Kitab Ulangan : 6 : 4)
“Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah,
bahwa TUHANlah Allah yang dilangit di atas dan dibumi dibawah, tidak ada yang
lain”. (Kitab Ulangan : 4 : 39)
“Sebab itu Engkau Besar, ya Tuhan Allah, sebab
tidak ada yang sama seperti Engkau dan tidak ada allah selain Engkau menurut
segala yang kami tangkap dengan telinga kami”. (2 Samuel : 7 : 22)
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka
mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus yang telah
Engkau utus”. (Injil Yohanes : 17 : 3)
“Maka berkatalah Yesus kepadanya : “Enyahlah,
Iblis ! sebab ada tertulis : Engkau
harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti !”. (Matius : 4 : 10)
“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara
nyaring : “Eli, Eli, Lamma Sabakhtani ? artinya : Allahku, Allahku, mengapa
Engkau meninggalkan aku ?”. (Injil Matius : 27 : 46)
“Lalu berkatalah Daud kepada Abigail : “Terpujilah
Tuhan, Allah Israel, yang mengutus engkau menemui aku pada hari ini”. (1 Samuel
: 25 : 32)
“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, dari
selama-lamanya sampai selama-lamanya”. (1 Tawarikh : 16 : 36)
“Ia (Raja Salomo/ Nabi Sulaiman) berkata :
“Terpujilah Tuhan, Allah orang Israel,
yang telah menyelesaikan dengan tangan-Nya dengan mulut-Nya kepada Daud, ayahku
”. (2 Tawarikh : 6 : 4)
“Terpujilah Tuhan, Allah Israel, yang melakukan
perbuatan yang ajaib seorang diri”. (Mazmur Daud : 72 : 18)
“Ya Allah, Janganlah jauh dari padaku, Allahku,
segeralah menolong aku”. (Mazmur Daud : 71 : 12)
“…………yang datang dari Allah yang Esa”. (Injil
Yohanes : 5 : 44)
Dan masih banyak lagi ayat yang menerangkan bahwa
Tuhan Allah adalah Esa ada-Nya dan Yesus hanya sebatas manusia biasa yang
menjadi utusan-Nya khusus kepada bangsa sesat Israel, tidak untuk yang lainnya.
Jika ayat diatas dianggap benar dan wajib untuk diimani, maka ayat-ayat yang
manakah tersebut diatas yang paling benar ? apakah benar semuanya ? Atau salah
semuanya ? Dan apabila ayat tersebut salah, siapakah yang salah ? Tuhan kah,
Yesus kah, pengarang Injil kah ? Patutkah sebuah kitab suci yang digunakan
sebagai pedoman agama terdapat banyak pertentangan dan kesalahan dalam segi
apapun juga? Jawabannya menurut Islam sebagaimana yang telah termaktub dalam
Al-Qur’an, yang bersalah adalah Para Penulis Injil (Al-Kitab). Hal ini sesuai
dengan Firman Alloh SWT dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
“Sungguh celaka besarlah bagi orang-orang
yang menulis Al-Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya “Ini dari
Alloh”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan
itu”. (Q.S. Al-Baqoroh 79)
“..... segolongan dari mereka mendengar
firman Alloh, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka
mengetahui”. (Q.S. Al-Baqoroh 75)
Perubahan dan kerusakan pada teks-teks kitab Bible
(Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru)
yang disorot oleh surat Al-Baqoroh tersebut adalah merupakan fakta yang tak
terbantahkan (Unquetionable).
Untuk lebih jelasnya, berikut ini kesaksian Pastor J.R. Dummelow yang menyatakan bahwa “Jika diteliti sedalam-dalamnya dan sedetil-detilnya, maka haruslah
diakui bahwa kitab Torat (Taurat Musa) menerangkan banyak hal yang sangat
bertentangan dengan pengertian yang turun-temurun, yang dalam bentuknya kini
adalah karya Nabi Musa. Misalnya sudah dapat dipastikan bahwa nabi Musa tidak
pernah sama sekali menuliskan peristiwa kematiannya sendiri serta
peristiwa-peristiwa setelah kematiannya dalam kitab Ulangan 34. Bab-bab lain
yang sukar sekali dianggap sebagai tulisan nabi Musa ialah kitab Keluaran 6:
26, 11: 3, 16: 35-36”. Kitab Imamat orang Lewi 18: 24 –28, Kitab Bilangan 12:
3, 2: 13 – (Bible Commentary hal. XXIV). Dan selanjutnya Dummelow
mengemukakan : “Jika diteliti dengan
seksama, menyebabkan banyak sarjana mempunyai keyakinan bahwa tulisan nabi Musa
hanyalah berwujud bahan-bahan yang belum sempurna atau hanya sebatas
bahan-bahan maknawi saja, dan kitab Taurat yang berbentuk sekarang ini,
bukanlah pekerjaan satu orang saja melainkan sebuah kitab yang dihimpun dari
bermacam-macam yang ada (hal. XXVI). Demikian pula dalam bagian hukum, kitab
ini nampak banyak sekali pertentangan, dan pertentang ini bukanlah mengenai
hal-hal yang kurang pokok atau kurang penting, melainkan mengenai hukum pokok
yang terpenting – (hal. XXVI)“. Dari kenyataan inilah Pastor J.R.
Dummelow menyarankan :”Lebih baik
tidak dipercaya lagi teks-teks Perjanjian Baru itu, mula-mula para penulis
Bible menulisnya dalam bahasa Yunani.......padahal ajaran Yesus diucapkan dalam
bahasa Aram.....bahkan pada akhir-akhir ini, kami tidak menemukan penghargaan
yang lebih tinggi terhadap ayat suci yang disalin dari kitab Perjanjian Lama.
Kadang-kadang seorang penyalin tidak memasukkan apa-apa yang ada dalam Teks,
melainkan memasukkan apa-apa yang ia pikir seharusnya ada dalam teks. Ia hanya
mempercayai pikiran sendiri yang cenderung berubah-ubah, atau bahkan teks
tersebut disesuaikan dengan pendapat aliran yang dianutnya – (hal. XXVI)”.
Jadi, pendapat yang telah dikemukakan oleh Dummelow ini adalah meng-amin-kan kedua ayat Al-Qur’an
diatas karena memang terdapat pertentangan yang amat tajam antar ayat dan
kisah-kisahnya. Ia juga mengemukakan sekali lagi bukti kesaksiannya terhadap
Bible yang telah ditulis oleh para penyalin yang dungu :
“Ia seumpama biji sawi yang diambil dan ditaburkan
orang dikebunnya, biji itu tumbuh menjadi pohon dan burung-burung diudara
bersarang pada cabang-cabangnya”. (Injil Lukas : 13 : 19)
Jika ayat ini firman Tuhan, maka tentunya tidak
menyalahi kodrat-Nya (hukum alam), karena sampai saat ini belum pernah ada
tanaman sawi yang sejenis sayuran, berubah menjadi pohon rindang yang besar,
dan dahannya dapat ditenggeri burung-burung atau bahkan ditempati sebagai
sarang burung. Jangankan burung, ulat pun yang bertengger, tanaman sesawi itu
sudah sangat kepayahan. Akal siapa yang dapat menerima hal itu, apa lagi
dipandang sebagai firman Tuhan. Tetapi tidak sampai disitu, teolog Kristen yang
menyadari kelemahannya, akhirnya mengubah lagi ayat diatas sehingga “nampak seperti” firman Tuhan yang
asli seperti dalam Bibel yang diterbitkan pada edisi percobaan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) Jakarta
dengan nomor kode IBS – 03 – 25 M – TIV
– 560 P – 1976 sehingga :
“Itu seperti biji beringin yang diambil
oleh seseorang lalu ditanam diladang. Biji itu tumbuh lalu menjadi pohon dan
burung-burung membuat sarang dicabang-cabang pohon itu”. (Lukas, Kitab Pembawa
Kesejahteraan Sejati pasal 13 : 19)
Selain itu, Untuk memperjelas makna istilah Tuhan
dan Allah, penulis mencoba menguraikan perbedaan kata tersebut sebagai
berikut :
a. Makna istilah kata “Tuhan” adalah Penguasa.
Dalam bahasa Yunani
disebut Kyrios, bahasa Ibrani menyebut Jehova, Ja Hu Wa, JHW, bahasa Inggris menyebutkan Lord, bahasa Arab menyebutnya Rabb. Kata Rabb berasal dari kata kerja bahasa
Arab Rabba-yarubbu-Rabban yang berarti “Memimpin, memiliki, mengumpulkan,
mengawasi, memelihara, mengasuh, memperbaiki....”. (Kamus Al-Munawir).
b.
Makna istilah kata “Allah” adalah Allah
Yang Maha Segalanya.
Dalam bahasa Yunani
disebut Theo, bahasa Ibrani menyebut E’loah, E’lohim, E’lyot, E’li, bahasa Arab
menyebut Allah. Lafadz Allah disini merupakan kata yang berdiri sendiri (Lafadz
Ghoiru Musytaq) dan bukan berasal dari kata kerja yang lain. Inilah yang
dinamakan Lafdzul Jalalah (Lafadz yang agung) atau Al-Ismul A’dzom (nama Dzat
yang Agung). Lafadz agung ini tidak bisa dan tidak boleh diterjemahkan kedalam
bahasa apapun sehingga dapat mengaburkan pemahaman terhadap Tuhan yang sesungguhnya.
Contoh kata “God” (bahasa Belanda) yang mempunyai bentuk jama’ Goden (Tuhan
yang lebih dari satu) atau God (Tuhan laki-laki) dan Godin (Tuhan perempuan).
c.
Makna istilah kata “Ilah” adalah Sesuatu yang
diserupakan dengan Dzat Tuhan atau Tuhan palsu.
Dalam bahasa Arab, Ilah
mengandung di dalamnya makna “yang disembah dan dimintai” tentang hal-hal yang
gaib. Jadi, Tuhan belum tentu merujuk kepada Allah,
akan tetapi Allah sudah pasti Tuhan yang sebenarnya. Berikut ini makna
kata Tuhan Bapa dan Anak Tuhan :
o Ada beberapa sebutan bagi Allah sebagai Tuhan Yang Esa dan Agung, yang
dipergunakan dalam bahasa Al-Kitab yaitu diantaranya Tuhan Bapa, Tuhan Allah
Israel, Allah Abraham, Allah Musa dan lain-lain. Hal ini tidak diberarti bahwa
Tuhan Allah itu berjenis kelamin Laki-laki ataupun berjumlah lebih dari satu, akan tetapi di
identikkan dengan Tuhan bagi orang yang beriman dan tidak berarti menitipkan
benih-Nya kepada Maria untuk dilahirkan dalam bentuk Yesus, melainkan
menunjukkan bahwa Allah-lah Tuhan Yang Esa dan Maha Segala-galanya.
Perlu diingat, hanya Yesus
sajalah yang menyebut Allah dengan kalimat “Bapaku”, maka selain Yesus tidak
ada yang menyebut Allah demikian, sebagaimana yang termaktub berikut :
“Dan janganlah kamu menyebut siapa pun
bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang disorga”. (Injil
Matius : 23 :9)
o Sebutan “Anak Tuhan”
semakna dengan Anak Allah dan Anak Bapa, namun makna sebenarnya dari istilah
kata tersebut bukan berarti bahwa Allah telah beranak-pinak sehingga mempunyai
keturunan. Maka, pantaskah Tuhan bersilsilah seperti mahluk-Nya ? Perlukah
peraturan untuk berkembang-biak bagi Tuhan ? Dari sinilah keganjilan itu muncul
dan kita wajib membuang jauh doktrin si Setan Gila dengan Trinitasnya yang
menyatakan Tuhan itu tiga tetapi Satu ini. Jadi, sebutan diatas sebenarnya
bermakna Majazi (Kiasan) yang berarti “Manusia pilihan Allah”. Seperti Anak
Kapal dan Anak Sekolah yang berarti bukan kapal dan sekolahan tersebut beranak
baik fisik (biologis) maupun non-fisik, tetapi bahwa anak atau orang tersebut
selalu terikat oleh peraturan-peraturan kapal dan pelajaran-pelajaran di
sekolah.
Maka, yang benar sesuai dengan Al-Qur’an bahwa
Alloh SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna, Tuhan Yang Tiada Permulaan dan Tiada
Akhir, Tuhan Yang Maha Segalanya, dan Yesus hanyalah manusia biasa yang menjadi
nabi dan utusan-Nya saja kepada Bangsa Israil sesat saat itu.