Abstraksi
Kemampuan
manajerial pada seorang
kepala madrasah (sekolah) dalam
mengelola lembaga pendidikannya memiliki
peranan penting, terutama dalam menentukan keberhasilan peningkatan mutu
pendidikan yang diembannya. Kepala madrasah dalam paradigma baru manajemen
pendidikan mempunyai harapan tinggi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan,
komitmen serta motivasi kuat dalam meningkatkan kualitas madrasahnya
secara optimal.
Bagaimanapun juga, fungsi kepala madrasah merupakan
satu dimensi yang esensial untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala
Sekolah merupakan tumpuan utama dalam lembaga pendidikan, yang bertugas mengawasi,
mengatur dan mengendalikan semua proses kelembagaan yang menjadi
tanggungjawabnya dalam lembah dunia pendidikan beserta lika-likunya yang rumit
dan pelik.
Karena
kepelikan itulah, dibutuhkan suatu strategi baru yang jitu, efisien dan cepat
saji dalam pelaksanaannya. Solusinya adalah dengan menggunakan MBM (Madrasah Berbasis Manajemen) dalam
proses TQM (Total Quality
Management) yang dikemas secara Islami dan modernitas tinggi. Dalam Ilmu
Manajemen Pendidikan, hal yang patut dicamkan adalah bahwa “Setiap respon organisasi terhadap perubahan yang
terjadi akan melahirkan
perubahan kultur kualitas yang sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial seorang kepala
madrasah”.
A. Pendahuluan
Pendidikan
merupakan sarana penting yang dapat menopang
kehidupan manusia. Fokus terhadap pendidikan sangat diutamakan dalam
kehidupan, namun bukanlah
hal mudah bagi seseorang/ lembaga untuk melaksanakan
pendidikan yang maksimal dan sebaik-baiknya. Dunia pendidikan merupakan rimba yang penuh dengan lika-liku
permasalahan. Akan tetapi, inti
pokok didalamnya terdapat pada pola manajemennya. Keberhasilan manajemen akan menjadi
tolok ukur (barometer)
keberhasilan pendidikan itu sendiri.
Menurut Abuddin Nata (2008:2) secara historis, pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia terkait erat dengan kegiatan dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan
sebagai mediator untuk memasyarakatkan ajaran Islam kepada masyarakat diberbagai
tingkatannya, sebagaimana ajaran Islam yang artinya :
“Mencari ilmu merupakan kewajiban tiap muslim
& muslimat”
Melalui
pendidikan, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan
ketentuan Al-Qur‘an dan
Al-Sunnah. Sebab itu,
tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengalaman masyarakat
terhadap ajaran Islam tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang diterimanya.
Pendidikan Islam tersebut
kian berkembang hingga seperti sekarang ini. Dalam kehidupan berkeluarga,
berorganisasi, bermasyarakat/ bernegara, manajemen merupakan
upaya terpenting untuk mencapai tujuan bersama. Pendidikan merupakan
faktor penting dalam kehidupan manusia, yang mestinya mendapat
perhatian khusus dalam hal manajemennya. Pendidikan yang baik merupakan tolok ukur bagi sebuah
bangsa
dan
negara
dalam
hal kemajuan
yang
dicapai,
tidak terkecuali dalam pendidikan
Islam.
Dalam
ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan
secara rapi, benar, tertib, teratur. Islam tidak membenarkan umatnya
melakukan segala tindakan yang serampangan/ asal-asalan sebagaimana sabda Rasululloh SAW
yang
diriwayatkan Abu Qosim Sulaiman At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Auwsath (1995 : 275) yang artinya :
Sesungguhnya
Allah sangat mencintai orang di
antara kamu sekalian, yang
jika melakukan sesuatu pekerjaan,
dilakukan secara Itqon (maksudnya : tepat, terarah,
jelas dan tuntas).
(HR. Abu
Qosim Sulaiman At-Thabrani).
Islam memulyakan pendidikan yang
berkaitan erat dengan kebutuhan pokok pada kehidupan manusia. Maka, sudah semestinya ia dikelola dengan sebaik-baiknya. Didin Hafidhuddin (2006:176) menjelaskan, Manajemen
Pendidikan Islam merupakan cara mengentas
kesejahteraan hidup dan meningkatkan kualitas
kehidupan umat dari keterpurukan moral dan degradasi dunia, keterbelakangan mental peradaban (baik secara moral, material, spiritual) secara
Islami. Dalam
Islam, manajemen merupakan hal penting, sebagaimana ungkapan bijak sahabat
Ali RA yang
artinya :
Perkara batil (keburukan) yang tertata rapi mampu mengalahkan (perkara) kebenaran yang tidak tertata dengan baik.
Tilaar (2002:77-80) memberikan makna pendidikan Islam dan cakupan manajemen didalamnya
sangat luas, diantaranya :
1. Sebagai salah satu
kekuatan budaya yang mengandung nilai historis, nilai religius, nilai moral
yang tetap survive hingga kini.
2. Pengimbang
pendidikan sekuler yang mengandung nilai futuristik, penjaga nilai-nilai luhur
yang handal (The guardian of religious
and moral values).
3. Penyedia dan
penyaji pendidikan alternatif yang bermutu tinggi, yang diantaranya mengandung
nilai demokrasi dan nilai kemandirian.
Sedangkan manajemen
yang baik menurut Made Pidarta
(2005:1) adalah
manajemen yang memiliki kejelasan konsep, kesesuaian dengan
objek dan tempat organisasinya. Proses
manajemen merupakan aktivitas yang melingkar dan saling terkait
erat mulai
dari proyeksi perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan hingga pengawasannya.
Manajemen dalam pendidikan sangat penting, terutama dalam lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan Islam harus mampu menciptakan bagaimana melaksanakan manajemen pendidikan Islam yang efektif, efisien, berkualitas tinggi.
Lebih lanjut, Tilaar (2002:48) memberikan sejumlah bukti
kuat pentingnya manajemen pendidikan, baik secara umum maupun yang berbasis
Islam ini didasarkan pada hasil penelitian yang dikeluarkan oleh The
Political And Economic Risk Consultant yang berpusat di Hongkong,
menjelaskan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia secara umum dinilai terburuk
dikawasan Asia Tenggara.
Dari 12 negara yang
dijadikan objek penelitian, Indonesia menduduki peringkat ke-9 setelah Vietnam.
Kajian penelitian ini bersifat menyeluruh terhadap semua komponen pendidikan.
Selain itu, Rouf (2004:1) menuliskan dalam kajian tesisnya, menukil hasil
studi UNDP tahun 2000 tentang HDI (Human
Development Index) menyebutkan bahwa posisi tingkat keberhasilan sistem
pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-109 dari 174 negara di Benua
Asia, meskipun pada tahun 2002 posisi ini naik ke peringkat 102 dari 162 negara
yang diteliti. Peringkat posisi tersebut merupakan yang terendah dibandingkan
negara-negara tetangga di Asean. Data tahun 2003 tentang keberhasilan sistem
pendidikan menunjukkan bahwa negara Indonesia berada di posisi 105 jauh dibawah
Singapura (22) Brunai Darussalam (25) Malaysia (56) Thailand (67)
Srilanka (90). Angka ini juga
menunjukkan tingkat kemampuan anak didik dalam bidang ilmu eksakta. Artinya,
untuk menuju kesiapan era IPTEK, Indonesia masih harus berusaha ekstra keras
yang lebih konkrit dan efektif.
Ditinjau dari urgensi pendidikan dan manajemen pendidikan secara total,
Made Pidarta (2005:v) memberikan ulasan bahwa Bank Dunia sebenarnya telah
membuat Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK) di Indonesia. Proyek ini
merupakan bagian penting dari proyek Bank Dunia XI yang secara resmi dikenal “The Second Indonesia – IBRD Teacher
Training Project”. Sebagaimana diisyaratkan dari namanya, proyek Bank Dunia
ini merupakan kelanjutan dari proyek sebelumnya yang dikenal Proyek
Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) atau
The First Indonesia – IBRD Teacher
Training Project, guna mengangkat lebih tinggi, konkrit dan bermutu dalam
bidang pengetahuan dan keterampilan guru dan manajemen lembaga pendidikan yang
ada di Indonesia.
Tilaar (2002:1-7) menandaskan, ketika pada tahun 1991, Bank Dunia
menerbitkan laporannya yang terkenal “The
East Asian Miracle” menyebutkan bahwa negara Indonesia tergolong salah satu
macan Asia yang sedang membangun ekonominya. Namun, ketika terjadi krisis
moneter yang terus merambat menjadi krisis ekonomi dan krisis kepercayaan, kita
mulai meragukan kebenaran laporan itu. Pada tahun 1994 muncullah suatu
pandangan provokatif dari Paul Krugman (seorang
guru besar ekonomi dari MIT), yang menyatakan bahwa pertumbuhan pesat
ekonomi Asia sebenarnya merupakan hasil “Perspiration,
not inspiration” (hanya sekedar pertumbuhan semu belaka).
Dari pernyataan Paul Krugman diatas dapat kita temukan dua hal pokok yakni
(1) Fundamental ekonomi kita ternyata masih rapuh, (2) Indonesia ternyata tidak
terlepas dari perubahan global. Kedua hal pokok tersebut pada akhirnya
memunculkan kata-kata kunci keharusan seperti produktivitas, efisiensi, competitive edge, kinerja nyata,
kualitas, yang semuanya bertitik pangkal pada kemampuan diri dan tingkat
pendidikan masyarakatnya. Macan-macan ekonomi Asia selalu memiliki angkatan
kerja yang terdidik dan disiplin tinggi. Hal ini dapat dibuktikan pada
kemakmuran Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong yang keadaannya
bertolak belakang dengan Malaysia, Thailand serta Indonesia.
Di Indonesia, masalah pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan
nasional. Dalam rangka menuju keberhasilan pendidikan yang dinilai “harus
lebih konkrit & efisien”, maka seharusnya madrasah sudah mulai
mengarahkan peserta didik pada pemrograman/ penjurusan konsep riil sesuai
dengan keahlian masing-masing individu peserta didik. Ini merupakan hal yang
tepat untuk merealisasikan konsep KTSP maupun Kurikulum 2013.
Menurut Imam Bawani (1987:107-108), bahwa dalam sejarah peradaban Islam di
Indonesia, Madrasah muncul sebagai akibat ketidak-puasan masyarakat terhadap
sistem pesantren yang dahulunya selalu menitik beratkan pada pengetahuan agama
serta hal-hal yang mengarah ke arah ritual keagama-Islaman semata, di lain
pihak sistem pendidikan umum justru saat itu tidak pernah menyentuh nilai
agama. Kenyataan ini menggambarkan bahwa kehadiran madrasah merupakan
penyeimbang (balancer) antara ilmu
agama dan ilmu umum dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam. Pada masa
itu, penjajahan Belanda yang dilandasi politik 3G (Glory, Gold, Gospel) dengan politik praktis adu domba (Devidè Ét Impera) di Indonesia sangat
kuat pengaruhnya hingga hampir menghancurkan sendi-sendi Islam yang saat itu
mulai berkembang. Melihat kenyataan pahit itu, para pembaharu Islam di
Indonesia yang banyak terinspirasi dari gerakan pembaharuan Islam di
Timur-Tengah akhirnya merumuskan sebuah Khittah
dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, yakni “Pendidikan untuk kepentingan dunia dan akhirat sekaligus”. Ide ini
berusaha menggabungkan dua kutub ekstrim pendidikan agar seimbang dan
menyeluruh, yang pada akhirnya memunculkan model lembaga pendidikan baru yang
bernama “Madrasah”.
B. Kepemimpinan Kepala
Madrasah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Berbagai Aspek
Kemadrasahan
Dalam
pengelolaan madrasah, peran seorang
kepala madrasah sangat
menonjol. Bukti kuatnya peran tersebut
tercermin dari berbagai hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan kepala madrasah
yang baik, sangat besar sumbangannya terhadap madrasah
berkualitas. Tidak pernah ada madrasah
berkualitas tinggi yang
memiliki seorang kepala madrasah
yang berkualitas rendah. Madrasah berkualitas
tinggi selalu memiliki seorang
kepala madrasah
yang visioner dan berkualitas tinggi
pula. Sebaliknya, kepala madrasah yang
berkualitas rendah, sudah pasti tidak mampu menciptakan suatu madrasah yang
berkualitas.
Ditinjau dari
defini kepemimpinan yang diungkapkan oleh Hendiyat Sutopo dalam Urgensi
Kepemimpinan Inovatif karya Asep Saifuddin Chalim, Djoko Hartono, Munawaroh
(2012 : 16) yakni suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian
rupa sehingga tercapai tujuan bersama dari kelompok itu. Dalam kaitannya dengan
lembaga pendidikan, maka kepemimpinan
kepala madrasah merupakan segala usaha yang dilakukan pimpinan lembaga
pendidikan Islam dalam meningkatkan
mutu pendidikan secara terencana atau periodik.
Kepemimpinan
pada hakikatnya merupakan fungsi inti dalam proses manajemen. Burhanuddin (2002:133) menjelaskan
bahwa keberhasilan
sekolah dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan/ diorganisir harus didukung
dengan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus dapat
mengelola sekolahnya agar berkembang maju dari waktu ke waktu, segenap sumber
daya yang ada harus didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan
secara efektif dan hubungan baik antara mereka harus terus dibina
agar tercipta suasana kerja yang kondusif, menggairahkan dan produktif.
Demikian pula penataan fisik dan administrasi perlu dibina agar menjadi
lingkungan pendidikan yang mampu menambah kreatifitas, disiplin dan semangat
belajar yang tinggi bagi siswa. Ini semua mempersyaratkan perlunya penerapan
kepemimpinan pendidikan oleh seorang kepala sekolah.
Lebih lanjut, Burhanuddin
(2002: 134) menjelaskan bahwa kehadiran kepala sekolah sangat penting
karena merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah, terutama
guru-guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peran kepemimpinan
kepala sekolah dalam sukses atau
tidaknya kegiatan sekolah, sebagian
besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolahnya.
Untuk
menciptakan sekolah/ madrasah yang berkualitas sesuai dengan semangat ”Peningkatan
Kualitas Pendidikan”, maka diperlukan kehadiran seorang kepala sekolah yang
berkualitas. Moedjiarto (2002:16) menyatakan bahwa keberadaan kepala sekolah/ madrasah
yang baik sangat besar sumbangannya terhadap sekolah berkualitas. Tidak ada
sekolah berkualitas yang memiliki kepala sekolah yang berkualitas rendah.
Sekolah berkualitas pasti memiliki kepala sekolah yang unggul dan berkualitas
tinggi. Sebaliknya kepala sekolah yang berkualitas rendah, pasti tidak akan mampu
menciptakan suatu sekolah yang berkualitas.
Vilsatem
(dalam Rosyada, 2004: 292-293) menegaskan bahwa kepala sekolah yang ideal harus
melakukan beberapa tugas pokok, yaitu (a) mengelola keuangan
sekolah dengan bijaksana; (b) mengelola kurikulum dan kegiatan pembelajaran secara berkala; (c) melakukan
kerjasama yang baik dengan guru dalam penetapan kurikulum dan proses pembelajaran efektif; (d) mendorong semua guru untuk melakukan yang terbaik dalam bidang dan
kewenangannya; (e) melakukan bimbingan intensif untuk guru agar
terus melakukan perbaikan dalam pelaksanaan tugas mengajarnya; (f) melakukan peningkatan keahlian (skills) dan
profesionalitas guru dengan memberikan berbagai pelatihan penggunaan fasilitas
belajar yang dapat mendukung peningkatan kualitas pembelajarannya (g) meningkatkan iklim kerja yang stimulatif dan sesuai dengan
berbagai kebutuhan; (h) memberikan layanan dengan mudah bagi para guru, mudah
diakses dan dapat memberikan berbagai jalan keluar dalam berbagai persoalan
yang dihadapi guru dalam kelasnya.
Pada madrasah
berkualitas, peran kepala madrasah tidak dapat diragukan lagi. Berkualitas
atau tidaknya suatu madrasah, nama kepala
sekolah/ madrasah
ikut dipertaruhkan. Madrasah yang berkualitas pasti dipimpin oleh kepala madrasah
yang berpotensi tinggi. Kepala madrasah yang berkualitas tinggi, tentu mampu membawa madrasahnya
menempuh posisi papan atas diantara madrasah lainnya.
Kepala
madrasah yang berkualitas tinggi haruslah seorang
pemimpin visioner yang mampu membaca peluang dan kebutuhan masyarakat ke
depan. Hal ini dibuktikan
dengan adanya berbagai program bermutu yang dijalankan madrasah sesuai dengan
kebutuhan zaman dan masa depan siswa-siswinya di masyarakatnya kelak serta bagi
negaranya. Ia berani mengambil keputusan untuk menerapkan berbagai program
bermutu dengan bantuan pihak di luar madrasah yang disebut “Partner Madrasah” dan bantuan pengawasan oleh guru bidang studi
masing-masing sebagai mata rantai pendidikan yang bermutu di madrasahnya. Semua
yang telah ditetapkan sebagai komponen vital pendidikan di madrasahnya selalu
diawasi dan diarahkan dengan bimbingan yang arif dan bijaksana, agar semua
kebijakan yang telah ditetapkan tidak terjadi gesekan/ tumpang-tindih dengan
kebijakan yang lainnya. Pemikiran ini selalu diacu pada permusyawaratan bersama
komite madrasah, lembaga penyelenggaranya sebagai yayasan induk, para guru dan
wali murid serta perwakilan masyarakat yang ditunjuk sebagai wakil dalam
pendidikan.
Syafaruddin
(2002:50) menjelaskan bahwa sekolah hanya akan maju bila dipimpin
oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki ketrampilan manajerial tinggi,
serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan kualitas. Kepemimpinan
kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai dengan iklim organisasinya. Beliau dalam
memimpin bersifat arif dan demokratis. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
berkarya dan selalu mengayomi kepada mereka.
Agustian
(2001:14) menyatakan bahwa pemimpin sejati adalah seorang yang selalu
mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai, memiliki
integritas kuat, dipercaya pengikutnya, selalu membimbing dan mengajari
pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten merupakan modal penting, namun yang paling
utama adalah mampu memimpin
berlandaskan hati yang fitrah
dan tulus.
Kepala madrasah
sebagai leader harus mampu memberikan arahan/ petunjuk
dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan tenaga
kependidikan, membuka komukasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Kepala madrasah
sebagai leader harus memiliki karakter
khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan
profesional serta pengetahuan administrasi dan pengawasan yang baik.
Kemampuan
yang harus diwujudkan kepala madrasah sebagai leader
dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan,
visi dan misi Madrasah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan
berkomunikasi. Kelangsungan hidup dan keberhasilan lembaga pendidikan
sangat bergantung pada kemampuan manajerial kepala lembaganya, terutama madrasah dalam mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.
Dalam konteks
ini, madrasah harus
memiliki pemimpin yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola
perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi pemimpin lembaga
pendidikan adalah bagaimana menjadi pendorong dalam
perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya kearah yang lebih baik, produktif, kondusif dan dinamis.
Kepemimpinan sangat penting dalam
mengejar kualitas yang diinginkan pada setiap madrasah.
Madrasah akan maju bila dipimpin oleh seorang kepala madrasah yang
visioner, memiliki ketrampilan manajerial, serta integritas
kepribadian yang tinggi dalam melakukan perbaikan kualitas. Kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang kepala madrasah harus meliputi
berbagai sektor vital manajerial serta menyesuaikan iklim organisasinya dengan berbagai program yang berorientasi pada pengembangan skill siswanya
secara rapi dan terprogram, begitu juga pengawasannya terhadap kinerja tenga
pendidikan dan staf madrasah yang menjadi tanggungjawab manajemennya.
Dalam manajerial,
kepala madrasah
hendaknya
mengimplementasikan Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) di madrasahnya. Madrasah Berbasis Manajemen (MBM)
merupakan paradigma terbaru dalam pengembangan pendidikan yang berorientasi pada
kebutuhan masyarakat sekitarnya dengan tekanan pada peningkatan kualitas
terpadu, seperti yang
dikenalkan Sallis (2011 : 2) dengan istilah Total Quality
Manajemen (TQM).
Madrasah
Berbasis Manajemen (MBM) ini merupakan
bentuk reformasi pendidikan yang pada prinsipnya madrasah
memperoleh kewajiban (responsibility),
wewenang (autority), tanggungjawab (accountability) dalam meningkatkan
kinerja madrasah itu
sendiri. Oleh sebab itu, Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat madrasah. Prinsip pemerataan, penyetaraan dan keadilan untuk memperoleh kesempatan belajar,
efisiensi, kualitas pembelajaran yang tinggi merupakan
karakteristik utama yang dimiliki pendekatan Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) ini.
Dalam kaitan
ini, persyaratan utamanya adalah (1) adanya kebutuhan untuk berubah (self of change) atau inovasi, (2)
adanya desain organisasi pendidikan, (3) proses perubahan sebagai proses
belajar, (4) adanya budaya profesional (corporate
culture) di sekolah/ madrasah.
Tujuan utama Madrasah
Berbasis Manajemen (MBM) adalah
meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan
efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada,
partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas
diperoleh melalui partrisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah,
peningkatan profesionalitas guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta
hal lain yang dapat menumbuh-kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan
tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat utama yang mampu dan peduli,
sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggungjawab pemerintah.
Madrasah
Berbasis Manajemen (MBM)
memberi peluang bagi kepala madrasah,
guru dan peserta didik untuk melakukan
inovasi dan improvisasi di madarasah, terutama
yang berkaitan dengan kurikulum,
pembelajaran, manajemen, sebagaimana yang tumbuh dari aktifitas, kreatifitas dan
profesionalitas yang dimiliki
masing-masing individu masyarakat madrasah.
Keterlibatan
masyarakat dalam komite madrasah di bawah monitoring lembaga maupun pemerintah, mendorong madrasah untuk lebih terbuka, demokratis dan bertanggungjawab.
Pemberian kebebasan yang lebih luas memberi kemungkinan kepada madrasah
untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru dan
petugas lain yang ada di lingkungan madrasah.
Penerapan
Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) sangat tepat dengan konteks sekarang. Karena secara
konsepsional, Madrasah Berbasis
Manajemen (MBM)
membawa kemajuan positif terhadap peningkatan kinerja madrasah
dalam hal kualitas dan efisiensi manajemen keuangan. Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) akan meningkatkan kualitas belajar mengajar, karena pengambilan
keputusan dapat dilakukan dengan cepat serta meningkatnya
semangat guru maupun pengelola madrasah
untuk melakukan tugasnya dengan baik.
Dalam urusan kurikulum,
Majid (2004:2-3)
dalam bukunya menuturkan, bahwa salah
satu komponen yang menjadi faktor penyebab menurunnya kualitas pendidikan adalah
kurikulum. Kritikan cukup tajam terhadap kurikulum, antara lain : kurikulum
terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak,
merepotkan guru dan lain sebagainya. Oleh karena itu akan dilakukan inovasi
melalui penerapan pengalaman belajar yang diarahkan untuk mencapai penguasaan skills dan kompetensi.
Agar kualitas
pendidikan di madrasahnya tidak mengalami degradasi, maka kepala madrasah hendaknya megimplementasikan
kurikulum nasional dengan baik seperti
KTSP Berkarakter, Kurikulum 2013 ataupun inovasi kurikulum diantara keduanya.
KTSP
Berkarakter maupun Kurikulum 2013 merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keberkualitasan masyarakat bangsa
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini telah digariskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, melalui Undang-undang RI. No. 20
Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yaitu “mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggup jawab”. Undang-undang
ini diperjelas pada pasal 46 “Bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional adalah tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Sejalan dengan Undang-undang diatas,
Abu Ahmadi menjelaskan tentang
tujuan pendidikan nasional adalah : “Membangun kualitas manusia yang bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya
sebagai warga negara yang berjiwa Pancasila
mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan
kepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan
sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan
dengan lingkungannya, sehat jasmani sehingga
mampu mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk
membangun diri dan masyarakatnya“.
Lebih lanjut, inovasi kurikulum dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang
menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KTSP inovasi juga diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai,
sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Inovasi
kurikulum memfokuskan pada
perolehan kompetensi-kompetensi tertentu
oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi
dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga
pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku/ keterampilan
peserta sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu
diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat
kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas (master learning) dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus
diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan
belajar masing-masing.
Penerapan
inovasi kurikulum di madrasah berupa seperangkat pembelajaran beserta
tujuannya, yang dimodifikasi dengan penambahan muatan materi tertentu dengan
melibatkan pihak luar (Partnership
School) secara langsung sebagai tutor. Hal ini didasarkan pada kepentingan
dan tuntutan publik sebagai manifestasi skills
dan kemandirian siswa dikemudian harinya dalam menyosong era perubahan zaman. Adapun
tingkat keberhasilan
implementasi inovasi kurikulum
ini sangat ditentukan oleh kepala madrasah,
guru, siswa, karyawan, orang tua dan masyarakat yang dilibatkan secara langsung
dalam pengelolaan madrasah.
Mulyasa
(2004: 181) menyatakan bahwa keberhasilan itu
antara lain dapat dilihat dari indikator; (a) adanya peningkatan
kualitas pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan
inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola dan mendayagunakan
sumber-sumber yang tersedia;
(b) adanya peningkatan efisiensi dan
efektifitas pengelolaan dan penggunaan sumber pendidikan melalui
pengembangan tanggungjawab yang jelas transparan dan demokratis; (c) adanya
peningkatan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat sekitar sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui
keputusan bersama; (d) adanya peningkatan tanggungjawab sekolah kepada
pemerintah, orang tua dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan kualitas
sekolah, baik dalam intra maupun ekstra kurikuler; (e) adanya
kompetisi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan
melalui upaya-upaya inovasif dengan dukungan orang tua peserta didik,
masyarakat dan pemerintah daerah setempat; (f) tumbuhnya
kemandirian dan kurangnya ketergantungan di kalangan warga sekolah, bersifat
adaptif, proaktif,
memiliki jiwa
kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif,
berani mengambil resiko dengan pertimbangan yang matang); (g) terwujudnya
proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui
(learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar manjadi diri
sendiri (learning to be) dan belajar
hidup bersama secara harmonis (learning
to live together); (h) terciptanya iklim sekolah yang aman,
nyaman, tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung
dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable
laerning).
Adanya proses
evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar secara teratur
bukan hanya ditunjukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan
peserta didik, tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi
perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah.
Dalam proses
belajar mengajar, kepala madrasah hendaknya selalu menekankan pada proses
pembelajaran yang produktif, dinamis, kondusif, harmonis dan menyenangkan antara guru dengan siswa. Proses
belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan
dengan guru sebagai pemegang kendali utama. Siswa
melakukan kegiatan belajar dan guru melakukan kegiatan mengajar. Dua konsep tersebut
menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa
pada saat pembelajaran berlangsung.
Dalam urusan guru, kepala
madrasah berusaha agar para
guru menjadi profesional dan selalu meningkatkan mutu pribadinya. Langkah yang ditempuh oleh kepala madrasah
adalah dengan mengirim beberapa guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan dan studi banding ataupun yang lainnya.
Implementasi
manajemen peningkatan mutu dan kualitas madrasah mempersyaratkan adanya guru
profesional. Guru merupakan salah satu komponen pendukung terciptanya tujuan luhur pendidikan
disamping program kegiatan belajar, siswa, sarana dan prasarana pendidikan,
uang, lingkungan masyarakat
serta pegawai. Upaya untuk
meningkatkan profesionalitas guru harus
terus dilaksanakan.
Dalam bidang akademik, prestasi siswa juga
memainkan peranan penting dalam menetapkan baik-tidaknya mutu sebuah
madrasah. Kepala madrasah hendaknya
terus berusaha memacu diri agar
betul-betul berkualitas serta
memiliki daya saing tinggi diantara madrasah-madrasah lainnya.
Dalam bidang
program, kepala madrasah
juga harus dapat memastikan bahwa setiap bidang studi selalu diusahakan agar
dikuasai tiap siswanya secara maksimal, sehingga membutuhkan kolaborasi antara
muatan madrasah yang notabenenya berbasis agama dengan muatan umum. Maka dalam
prakteknya, guru bidang studi umum yang bersentuhan dengan muatan agama
diharapkan melakukan tindak kerja sama dengan guru bidang studi agama, ataupun
sebaliknya. Sedangkan guru bidang studi yang tidak berhubungan dengan muatan agama
diarahkan untuk bekerja sama dengan partner madrasah yang telah ditunjuk kepala
madrasah.
Dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan, kepala madrasah menggalang partisipasi orang tua dan masyarakat.
Tujuannya adalah agar mereka mau berpartisipasi proaktif terhadap
madrasah, karena madrasah adalah tangungjawab bersama antara yayasan penyelenggara pendidikan, pemerintah, orang tua dan masyarakat, sesuai dengan RI. No. 20
Tahun 2003 pasal 46 yang berbunyi : “Bahwa
penyelenggaraan pendidikan nasional adalah tanggung jawab bersama antara
keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Dalam rangka peningkatan
mutu pendidikan di madrasah, kepala madrasah dituntut untuk selalu bertindak
kreatif-inovatif dengan membuka jalur alternatif baru pembelajaran efektif,
yakni membina hubungan kerja dengan instansi-instansi terkait dari pihak luar
madrasah yang disebut partner madrasah
sebagai wahana penunjang pengembangan kemampuan siswa-siswinya. Pembagian tugas
pokok antara guru, staf madrasah dan partner madrasah pada akhirnya harus
diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tumpang-tindih dengan
kemadrasahan.
C. Upaya
Yang Dilakukan Kepala Madrasah Dalam
Meningkatkan Kedisiplinan
Kedisiplinan
merupakan salah satu faktor utama yang mampu membuat madrasah menjadi unggul.
Hal ini disebabkan kedisiplinan merupakan salah satu kebutuhan mendasar yang
harus dimiliki oleh tiap individu yang menjalani gerak organisasi. Pengaturan
kedisiplinan di Madrasah ini didukung sistem MBM (Madrasah Berbasis Manajemen), sehingga segala sesuatu yang telah
disahkan menjadi program madrasah dapat terlaksana dengan maksimal. Semua
aturan yang berhubungan dengan kedisiplinan belajar di lingkungan madrasah
selalu dimonitoring oleh Tim Tegak Disiplin, yakni petugas-petugas yang
ditunjuk resmi oleh madrasah seperti Osis, perangkat kelas dan wali kelas.
Mereka diberikan wewenang dan tanggungjawab penuh dalam menegakkan disiplin
siswa, disamping itu ada aturan yang mewajibkan agar tiap individu siswa warga
madrasah agar bersikap lebih dewasa.
D. Faktor Yang
Sangat Mempengaruhi Kepala Madrasah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di
Lingkungan Madrasahnya
Seorang kepala madrasah yang handal sudah seharusnya mampu mengarahkan, memotivasi serta
menyelesaikan hal-hal sulit yang dialami oleh organ manajemen madrasahnya dengan arif dan
bijaksana, sehingga tujuan lembaga pendidikan yang
diembannya dapat dicapai dengan baik dan maksimal. Melakukan tindak manajemen secara
efektif dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan dapat
dimungkinkan, jika kepala madrasah memiliki keterampilan
manajemen yang baik.
Keterampilan dimaksudkan agar dapat mengelola sumber
daya yang dimiliki organisasi kelembagaan, baik
sumber daya manusia maupun sumber daya lain secara efisien dan efektif. Selain
itu juga selalu berusaha mengadakan atau mencari alternatif pemecahan
masalah berkenaan dengan sumber daya yang tidak tersedia dalam organisasi. Hal ini disebabkan dalam proses manajerial tersebut
terdapat faktor-faktor pendukung dan juga penghambatnya, sehingga dibutuhkan
kecermatan dan ketepatan dalam menyikapi serta menangani berbagai faktor
tersebut.
Berikut ini beberapa faktor yang sangat
mempengaruhi kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan
madrasahnya :
1. Faktor finansial, yakni faktor yang berhubungan
dengan keuangan ataupun kebendaan madrasah.
2. Faktor tata tertib yang berhubungan dengan
kedisiplinan siswa, guru maupun staf madrasah. Sebagai komitmen besar dan mendasar
untuk mewujudkan visi, misi serta tujuan luhur didirikannya madrasah, tidak
terlepas dari cara meningkatkan efektifitas pembelajaran didalamnya.
Faktor pendukung utama dalam meningkatkan
kedisiplinan siswa adalah adanya kewajiban menjaga stabilitas dan kondusifitas
lingkungan belajar yang ditekankan oleh pihak madrasah kepada tiap siswa dan
dijalankan melalui Osis, perangkat kelas beserta wali kelas masing-masing
sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing elemen. Sedangkan faktor
pendukung utama kedisiplinan guru dan staf adalah adanya peraturan yang
mengikat semua elemen madrasah beserta strukturnya yang jelas dan sistematis. Faktor-faktor
tersebut juga turut mendorong adanya komunikasi dua arah, yakni antara pihak
madrasah dengan siswa, pihak madrasah dengan para staf dan guru, antara komite
madrasah dengan lembaga/ yayasan, komite madrasah dengan pihak madrasah dan
antara pihak madrasah dengan lembaga/ yayasan yang menaunginya.
Sukses dan tidaknya sebuah proses pendidikan dalam
sebuah institusi/ lembaga pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor individu
pelaku pendidikan didalamnya, yang diantaranya juga tercakup staf dan gurunya.
3. Faktor lingkungan madrasah yang kondusif, bersih,
tertib, rapi dan nyaman.
4. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki atau
yang disediakan madrasah untuk proses pembelajaran didalamnya.
5. Faktor kerja sama, baik dengan masyarakat sekitar
madrasah, wali siswa, instansi pemerintah dan instansi lainnya yang terkait
dengan madrasah.
6. Faktor kemampuan yang dimiliki semua elemen madrasah,
baik sumber daya manusianya, sumber daya alamnya maupun sumber-sumber yang
lainnya.
7. Faktor legalitas madrasah.
Setiap faktor diatas pastinya akan direspon kepala
madrasah untuk ditelaah ulang terhadap kesesuaian ataupun kebutuhan lembaga
madrasahnya, sehingga perubahan
yang terjadi akan melahirkan perubahan kultur kualitas yang sangat
ditentukan oleh kemampuan
manajerial seorang kepala madrasah. Oleh sebab itu,
kepala madrasah sebagai motor penggerak utama yang seharusnya mampu mempengaruhi
anggota timnya, yaitu para guru dan pegawai agar bekerja secara sukarela, menampilkan
kinerja tinggi untuk mencapai standart kualitas yang diharapkan masyarakat, lapangan
kerja, industri dan pemerintah.
E.
Langkah Yang Sebaiknya Ditempuh
Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Dukungan Untuk Mengatasi Hambatan
Langkah apapun yang ditempuh
untuk segera dilakukan kepala madrasah dalam
bidang kependidikan bermuara pada peningkatan
kualitas pendidikan dilingkungan madrasahnya. Karena itu, madrasah
harus berani berjuang
untuk menjadi pusat kualitas (center for excellence) dan ini mendorong tiap madrasah agar dapat
menentukan visi dan misinya dalam mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya, sebagai generasi penentu tegaknya bangsa.
Untuk mewujudkan
kualitas pendidikan tersebut, madrasah
harus mendapat dukungan dari
masyarakat, dalam arti bahwa masyarakat berhak untuk berperan pro-aktif dalam
perencanaan, pelaksanaan pengawasan
serta evaluasi program pendidikan di satuan pendidikan tertentu. Langkah strategis yang
ditempuh kepala madrasah
seperti ini, dapat meningkatkan
kualitas dukungan terhadap mutu
pendidikan madrasah. Adapun strategi dalam meminimalisir hambatan dimadrasah adalah
menyerahkan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi proaktif dalam peningkatan kualitas pendidikan, melalui optimalisasi peran komite madrasah dan
perwakilan warga masyarakat setempat.
F.
Penutup
Inilah konsep
dasar madrasah berbasis manajemen (MBM) yang ditawarkan untuk dilaksanakan dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan di madrasah secara total, yang lazimnya
disebut Total Quality Management (TQM).
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Agustian, A. G. 2001. ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan
Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga
At-Thabrany.
1995. Al-Mu’jam Al-Auwsath. Cairo :
Darul Fikr
Bawani, Imam. 1987. Segi-segi Pendidikan
Islam. Surabaya : Al-Ikhlas.
Burhanuddin. 2002. Manajemen Pendidikan Wacana, Proses &
Aplikasinya di Sekolah. Malang : Universitas Negeri Malang
Chalim, Asep Saifuddin-Hartono,
Djoko-Munawaroh. 2012. Urgensi
Kepemimpinan Inovatif. Surabaya: Jagad ‘Alimussirry
Hafidhuddin,
Didin. 2006. Agar Layar Tetap Terkembang. Jakarta: Gema Insani Press
Ihsan. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Majid. 2004. Pendidikan Agama
Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung :
Remaja Rosdakarya
Moedjiarto. 2002. Sekolah Berkualitas, Metodologi untuk
Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Yogyakarta : Duta Graha Pustaka
Nata,
Abuddin. 2008. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta : Fajar Interpratama.
Pidarta, Made. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori.
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Rouf, Abdur. 2004. Strategi Pengelolaan Sekolah Menengah Umum
Unggulan Al-Fattah Desa Siman Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Tesis
tidak diterbitkan. Sidoarjo: PPs STAI Al-Khoziny
Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis.
Jakarta: Prenada Media
Safaruddin. 2002. Manajemen Kualitas Terpadu dalam Pendidikan.
Jakarta: Grasindo
Sallis, Edward. 2011. Total
Quality Managemen in Education, dialih bahasakan oleh Ali Riyadi.
Jogjakarta: IRCiSoD
Tilaar, H.A.R. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya.
Jakarta: Raja Grafindo Persada