13 July 2014

MADRASAH BERBASIS MANAJEMEN KUNCI SUKSES MADRASAH YANG UNGGUL



Abstraksi
Kemampuan manajerial pada seorang kepala madrasah (sekolah) dalam mengelola lembaga pendidikannya memiliki peranan penting, terutama dalam menentukan keberhasilan peningkatan mutu pendidikan yang diembannya. Kepala madrasah dalam paradigma baru manajemen pendidikan mempunyai harapan tinggi untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan, komitmen serta motivasi kuat dalam meningkatkan kualitas madrasahnya secara optimal.
Bagaimanapun juga, fungsi kepala madrasah merupakan satu dimensi yang esensial untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kepala Sekolah merupakan tumpuan utama dalam lembaga pendidikan, yang bertugas mengawasi, mengatur dan mengendalikan semua proses kelembagaan yang menjadi tanggungjawabnya dalam lembah dunia pendidikan beserta lika-likunya yang rumit dan pelik. 
 Karena kepelikan itulah, dibutuhkan suatu strategi baru yang jitu, efisien dan cepat saji dalam pelaksanaannya. Solusinya adalah dengan menggunakan MBM (Madrasah Berbasis Manajemen) dalam proses TQM (Total Quality Management) yang dikemas secara Islami dan modernitas tinggi. Dalam Ilmu Manajemen Pendidikan, hal yang patut dicamkan adalah bahwa “Setiap respon organisasi terhadap perubahan yang terjadi akan melahirkan perubahan kultur kualitas yang sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial seorang kepala madrasah”.

A.  Pendahuluan

Pendidikan merupakan sarana penting yang dapat menopang kehidupan manusia. Fokus terhadap pendidikan sangat diutamakan dalam kehidupan, namun bukanlah hal mudah bagi seseorang/ lembaga untuk melaksanakan pendidikan yang maksimal dan sebaik-baiknya. Dunia pendidikan merupakan rimba yang penuh dengan lika-liku permasalahan. Akan tetapi, inti pokok didalamnya terdapat pada pola manajemennya. Keberhasilan manajemen akan menjadi tolok ukur (barometer) keberhasilan pendidikan itu sendiri.
Menurut Abuddin Nata (2008:2) secara historis, pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia terkait erat dengan kegiatan dakwah Islamiyah. Pendidikan Islam berperan sebagai mediator untuk memasyarakatkan ajaran Islam kepada masyarakat diberbagai tingkatannya, sebagaimana ajaran Islam yang artinya :
 “Mencari ilmu merupakan kewajiban tiap muslim & muslimat”
Melalui pendidikan, masyarakat Indonesia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur‘an dan Al-Sunnah. Sebab itu, tingkat kedalaman pemahaman, penghayatan, pengamalan dan pengalaman masyarakat terhadap ajaran Islam tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang diterimanya. Pendidikan Islam tersebut kian berkembang hingga seperti sekarang ini. Dalam kehidupan berkeluarga, berorganisasi, bermasyarakat/ bernegara, manajemen merupakan upaya terpenting untuk mencapai tujuan bersama. Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia, yang mestinya mendapat perhatian khusus dalam hal manajemennya. Pendidikan yang baik merupakan tolok ukur bagi  sebuah  bangsa  dan  negara  dalam  hal  kemajuan  yang  dicapai, tidak terkecuali dalam pendidikan Islam.
Dalam ajaran Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, teratur. Islam tidak membenarkan umatnya melakukan segala tindakan yang serampangan/ asal-asalan sebagaimana sabda Rasululloh SAW yang diriwayatkan Abu Qosim Sulaiman At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Auwsath (1995 : 275) yang artinya :
Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang di antara kamu sekalian, yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara Itqon (maksudnya : tepat, terarah, jelas dan tuntas). (HR. Abu Qosim Sulaiman At-Thabrani).
Islam memulyakan pendidikan yang berkaitan erat dengan kebutuhan pokok pada kehidupan manusia. Maka, sudah semestinya ia dikelola dengan sebaik-baiknya. Didin Hafidhuddin (2006:176) menjelaskan, Manajemen Pendidikan Islam merupakan cara mengentas kesejahteraan hidup dan meningkatkan kualitas kehidupan umat dari keterpurukan moral dan degradasi dunia, keterbelakangan mental peradaban (baik secara moral, material, spiritual) secara Islami. Dalam Islam, manajemen merupakan hal penting, sebagaimana ungkapan bijak sahabat Ali RA yang artinya :
Perkara batil (keburukan) yang tertata rapi mampu mengalahkan (perkara) kebenaran yang tidak tertata dengan baik.
Tilaar (2002:77-80) memberikan makna pendidikan Islam dan cakupan manajemen didalamnya sangat luas, diantaranya :
1.  Sebagai salah satu kekuatan budaya yang mengandung nilai historis, nilai religius, nilai moral yang tetap survive hingga kini.
2. Pengimbang pendidikan sekuler yang mengandung nilai futuristik, penjaga nilai-nilai luhur yang handal (The guardian of religious and moral values).
3. Penyedia dan penyaji pendidikan alternatif yang bermutu tinggi, yang diantaranya mengandung nilai demokrasi dan nilai kemandirian.
Sedangkan manajemen yang baik menurut Made Pidarta (2005:1) adalah manajemen yang memiliki kejelasan konsep, kesesuaian dengan objek dan tempat organisasinya. Proses manajemen merupakan aktivitas yang melingkar dan saling terkait erat mulai dari proyeksi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan hingga pengawasannya.
Manajemen dalam pendidikan sangat penting, terutama dalam lembaga pendidikan Islam. Lembaga pendidikan Islam harus mampu menciptakan bagaimana melaksanakan manajemen pendidikan Islam yang efektif, efisien, berkualitas tinggi.
Lebih lanjut, Tilaar (2002:48) memberikan sejumlah bukti kuat pentingnya manajemen pendidikan, baik secara umum maupun yang berbasis Islam ini didasarkan pada hasil penelitian yang dikeluarkan oleh The Political And Economic Risk Consultant yang berpusat di Hongkong, menjelaskan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia secara umum dinilai terburuk dikawasan Asia Tenggara.
Dari 12 negara yang dijadikan objek penelitian, Indonesia menduduki peringkat ke-9 setelah Vietnam. Kajian penelitian ini bersifat menyeluruh terhadap semua komponen pendidikan.
Selain itu, Rouf (2004:1) menuliskan dalam kajian tesisnya, menukil hasil studi UNDP tahun 2000 tentang HDI (Human Development Index) menyebutkan bahwa posisi tingkat keberhasilan sistem pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-109 dari 174 negara di Benua Asia, meskipun pada tahun 2002 posisi ini naik ke peringkat 102 dari 162 negara yang diteliti. Peringkat posisi tersebut merupakan yang terendah dibandingkan negara-negara tetangga di Asean. Data tahun 2003 tentang keberhasilan sistem pendidikan menunjukkan bahwa negara Indonesia berada di posisi 105 jauh dibawah Singapura (22) Brunai Darussalam (25) Malaysia (56) Thailand (67) Srilanka (90). Angka ini juga menunjukkan tingkat kemampuan anak didik dalam bidang ilmu eksakta. Artinya, untuk menuju kesiapan era IPTEK, Indonesia masih harus berusaha ekstra keras yang lebih konkrit dan efektif.
Ditinjau dari urgensi pendidikan dan manajemen pendidikan secara total, Made Pidarta (2005:v) memberikan ulasan bahwa Bank Dunia sebenarnya telah membuat Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (P2LPTK) di Indonesia. Proyek ini merupakan bagian penting dari proyek Bank Dunia XI yang secara resmi dikenal “The Second Indonesia – IBRD Teacher Training Project”. Sebagaimana diisyaratkan dari namanya, proyek Bank Dunia ini merupakan kelanjutan dari proyek sebelumnya yang dikenal Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) atau The First Indonesia – IBRD Teacher Training Project, guna mengangkat lebih tinggi, konkrit dan bermutu dalam bidang pengetahuan dan keterampilan guru dan manajemen lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.
Tilaar (2002:1-7) menandaskan, ketika pada tahun 1991, Bank Dunia menerbitkan laporannya yang terkenal “The East Asian Miracle” menyebutkan bahwa negara Indonesia tergolong salah satu macan Asia yang sedang membangun ekonominya. Namun, ketika terjadi krisis moneter yang terus merambat menjadi krisis ekonomi dan krisis kepercayaan, kita mulai meragukan kebenaran laporan itu. Pada tahun 1994 muncullah suatu pandangan provokatif dari Paul Krugman (seorang guru besar ekonomi dari MIT), yang menyatakan bahwa pertumbuhan pesat ekonomi Asia sebenarnya merupakan hasil “Perspiration, not inspiration” (hanya sekedar pertumbuhan semu belaka).
Dari pernyataan Paul Krugman diatas dapat kita temukan dua hal pokok yakni (1) Fundamental ekonomi kita ternyata masih rapuh, (2) Indonesia ternyata tidak terlepas dari perubahan global. Kedua hal pokok tersebut pada akhirnya memunculkan kata-kata kunci keharusan seperti produktivitas, efisiensi, competitive edge, kinerja nyata, kualitas, yang semuanya bertitik pangkal pada kemampuan diri dan tingkat pendidikan masyarakatnya. Macan-macan ekonomi Asia selalu memiliki angkatan kerja yang terdidik dan disiplin tinggi. Hal ini dapat dibuktikan pada kemakmuran Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Hongkong yang keadaannya bertolak belakang dengan Malaysia, Thailand serta Indonesia.
Di Indonesia, masalah pendidikan merupakan bagian penting dalam pembangunan nasional. Dalam rangka menuju keberhasilan pendidikan yang dinilai “harus lebih konkrit & efisien”, maka seharusnya madrasah sudah mulai mengarahkan peserta didik pada pemrograman/ penjurusan konsep riil sesuai dengan keahlian masing-masing individu peserta didik. Ini merupakan hal yang tepat untuk merealisasikan konsep KTSP maupun Kurikulum 2013.
Menurut Imam Bawani (1987:107-108), bahwa dalam sejarah peradaban Islam di Indonesia, Madrasah muncul sebagai akibat ketidak-puasan masyarakat terhadap sistem pesantren yang dahulunya selalu menitik beratkan pada pengetahuan agama serta hal-hal yang mengarah ke arah ritual keagama-Islaman semata, di lain pihak sistem pendidikan umum justru saat itu tidak pernah menyentuh nilai agama. Kenyataan ini menggambarkan bahwa kehadiran madrasah merupakan penyeimbang (balancer) antara ilmu agama dan ilmu umum dalam kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam. Pada masa itu, penjajahan Belanda yang dilandasi politik 3G (Glory, Gold, Gospel) dengan politik praktis adu domba (Devidè Ét Impera) di Indonesia sangat kuat pengaruhnya hingga hampir menghancurkan sendi-sendi Islam yang saat itu mulai berkembang. Melihat kenyataan pahit itu, para pembaharu Islam di Indonesia yang banyak terinspirasi dari gerakan pembaharuan Islam di Timur-Tengah akhirnya merumuskan sebuah Khittah dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia, yakni “Pendidikan untuk kepentingan dunia dan akhirat sekaligus”. Ide ini berusaha menggabungkan dua kutub ekstrim pendidikan agar seimbang dan menyeluruh, yang pada akhirnya memunculkan model lembaga pendidikan baru yang bernama “Madrasah”.

B.  Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Di Berbagai Aspek Kemadrasahan
Dalam pengelolaan madrasah, peran seorang kepala madrasah sangat menonjol. Bukti kuatnya peran tersebut tercermin dari berbagai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keberadaan kepala madrasah yang baik, sangat besar sumbangannya terhadap madrasah berkualitas. Tidak pernah ada madrasah berkualitas tinggi yang memiliki seorang kepala madrasah yang berkualitas rendah. Madrasah berkualitas tinggi selalu memiliki seorang kepala madrasah yang visioner dan berkualitas tinggi pula. Sebaliknya, kepala madrasah yang berkualitas rendah, sudah pasti tidak mampu menciptakan suatu madrasah yang berkualitas.
Ditinjau dari defini kepemimpinan yang diungkapkan oleh Hendiyat Sutopo dalam Urgensi Kepemimpinan Inovatif karya Asep Saifuddin Chalim, Djoko Hartono, Munawaroh (2012 : 16) yakni suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan bersama dari kelompok itu. Dalam kaitannya dengan lembaga pendidikan, maka kepemimpinan kepala madrasah merupakan segala usaha yang dilakukan pimpinan lembaga pendidikan Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan secara terencana atau periodik.
Kepemimpinan pada hakikatnya merupakan fungsi inti dalam proses manajemen. Burhanuddin (2002:133) menjelaskan bahwa keberhasilan sekolah dalam melaksanakan apa yang telah direncanakan/ diorganisir harus didukung dengan kemampuan kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus dapat mengelola sekolahnya agar berkembang maju dari waktu ke waktu, segenap sumber daya yang ada harus didayagunakan sedemikian rupa. Para guru perlu digerakkan secara efektif dan hubungan baik antara mereka harus terus dibina agar tercipta suasana kerja yang kondusif, menggairahkan dan produktif. Demikian pula penataan fisik dan administrasi perlu dibina agar menjadi lingkungan pendidikan yang mampu menambah kreatifitas, disiplin dan semangat belajar yang tinggi bagi siswa. Ini semua mempersyaratkan perlunya penerapan kepemimpinan pendidikan oleh seorang kepala sekolah.
Lebih lanjut, Burhanuddin (2002: 134) menjelaskan bahwa kehadiran kepala sekolah sangat penting karena merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah, terutama guru-guru dan karyawan sekolah. Begitu besarnya peran kepemimpinan kepala sekolah dalam sukses atau tidaknya kegiatan sekolah, sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala sekolahnya.
Untuk menciptakan sekolah/ madrasah yang berkualitas sesuai dengan semangat ”Peningkatan Kualitas Pendidikan”, maka diperlukan kehadiran seorang kepala sekolah yang berkualitas. Moedjiarto (2002:16) menyatakan bahwa keberadaan kepala sekolah/ madrasah yang baik sangat besar sumbangannya terhadap sekolah berkualitas. Tidak ada sekolah berkualitas yang memiliki kepala sekolah yang berkualitas rendah. Sekolah berkualitas pasti memiliki kepala sekolah yang unggul dan berkualitas tinggi. Sebaliknya kepala sekolah yang berkualitas rendah, pasti tidak akan mampu menciptakan suatu sekolah yang berkualitas.
Vilsatem (dalam Rosyada, 2004: 292-293) menegaskan bahwa kepala sekolah yang ideal harus melakukan beberapa tugas pokok, yaitu (a) mengelola keuangan sekolah dengan bijaksana; (b) mengelola kurikulum dan kegiatan pembelajaran secara berkala; (c) melakukan kerjasama yang baik dengan guru dalam penetapan kurikulum dan proses pembelajaran efektif; (d) mendorong semua guru untuk melakukan yang terbaik dalam bidang dan kewenangannya; (e) melakukan bimbingan intensif untuk guru agar terus melakukan perbaikan dalam pelaksanaan tugas mengajarnya; (f) melakukan peningkatan keahlian (skills) dan profesionalitas guru dengan memberikan berbagai pelatihan penggunaan fasilitas belajar yang dapat mendukung peningkatan kualitas pembelajarannya (g) meningkatkan iklim kerja yang stimulatif dan sesuai dengan berbagai kebutuhan; (h) memberikan layanan dengan mudah bagi para guru, mudah diakses dan dapat memberikan berbagai jalan keluar dalam berbagai persoalan yang dihadapi guru dalam kelasnya.
Pada madrasah berkualitas, peran kepala madrasah tidak dapat diragukan lagi. Berkualitas atau tidaknya suatu madrasah, nama kepala sekolah/ madrasah ikut dipertaruhkan. Madrasah yang berkualitas pasti dipimpin oleh kepala madrasah yang berpotensi tinggi. Kepala madrasah yang berkualitas tinggi, tentu mampu membawa madrasahnya menempuh posisi papan atas diantara madrasah lainnya.
Kepala madrasah yang berkualitas tinggi haruslah seorang pemimpin visioner yang mampu membaca peluang dan kebutuhan masyarakat ke depan. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai program bermutu yang dijalankan madrasah sesuai dengan kebutuhan zaman dan masa depan siswa-siswinya di masyarakatnya kelak serta bagi negaranya. Ia berani mengambil keputusan untuk menerapkan berbagai program bermutu dengan bantuan pihak di luar madrasah yang disebut “Partner Madrasah” dan bantuan pengawasan oleh guru bidang studi masing-masing sebagai mata rantai pendidikan yang bermutu di madrasahnya. Semua yang telah ditetapkan sebagai komponen vital pendidikan di madrasahnya selalu diawasi dan diarahkan dengan bimbingan yang arif dan bijaksana, agar semua kebijakan yang telah ditetapkan tidak terjadi gesekan/ tumpang-tindih dengan kebijakan yang lainnya. Pemikiran ini selalu diacu pada permusyawaratan bersama komite madrasah, lembaga penyelenggaranya sebagai yayasan induk, para guru dan wali murid serta perwakilan masyarakat yang ditunjuk sebagai wakil dalam pendidikan.
Syafaruddin (2002:50) menjelaskan bahwa sekolah hanya akan maju bila dipimpin oleh kepala sekolah yang visioner, memiliki ketrampilan manajerial tinggi, serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan kualitas. Kepemimpinan kepala sekolah tentu menjalankan manajemen sesuai dengan iklim organisasinya. Beliau dalam memimpin bersifat arif dan demokratis. Memberikan kesempatan kepada bawahan untuk berkarya dan selalu mengayomi kepada mereka.
Agustian (2001:14) menyatakan bahwa pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai, memiliki integritas kuat, dipercaya pengikutnya, selalu membimbing dan mengajari pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten merupakan modal penting, namun yang paling utama adalah mampu memimpin berlandaskan hati yang fitrah dan tulus.
Kepala madrasah sebagai leader harus mampu memberikan arahan/ petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan dan kemampuan tenaga kependidikan, membuka komukasi dua arah dan mendelegasikan tugas. Kepala madrasah sebagai leader harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional serta pengetahuan administrasi dan pengawasan yang baik.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala madrasah sebagai leader dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi Madrasah, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan berkomunikasi. Kelangsungan hidup dan keberhasilan lembaga pendidikan sangat bergantung pada kemampuan manajerial kepala lembaganya, terutama madrasah dalam mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal.
Dalam konteks ini, madrasah harus memiliki pemimpin yang efektif dalam menjalankan manajemen untuk mengelola perubahan yang ada dan berkelanjutan. Tantangan bagi pemimpin lembaga pendidikan adalah bagaimana menjadi pendorong dalam perubahan lembaga pendidikan yang dipimpinnya kearah yang lebih baik, produktif, kondusif dan dinamis.
Kepemimpinan sangat penting dalam mengejar kualitas yang diinginkan pada setiap madrasah. Madrasah akan maju bila dipimpin oleh seorang kepala madrasah yang visioner, memiliki ketrampilan manajerial, serta integritas kepribadian yang tinggi dalam melakukan perbaikan kualitas. Kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang kepala madrasah harus meliputi berbagai sektor vital manajerial serta menyesuaikan iklim organisasinya dengan berbagai program yang berorientasi pada pengembangan skill siswanya secara rapi dan terprogram, begitu juga pengawasannya terhadap kinerja tenga pendidikan dan staf madrasah yang menjadi tanggungjawab manajemennya.
Dalam manajerial, kepala madrasah hendaknya mengimplementasikan Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) di madrasahnya. Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) merupakan paradigma terbaru dalam pengembangan pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat sekitarnya dengan tekanan pada peningkatan kualitas terpadu, seperti yang dikenalkan Sallis (2011 : 2) dengan istilah Total Quality Manajemen (TQM).
Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) ini merupakan bentuk reformasi pendidikan yang pada prinsipnya madrasah memperoleh kewajiban (responsibility), wewenang (autority), tanggungjawab (accountability) dalam meningkatkan kinerja madrasah itu sendiri. Oleh sebab itu, Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat madrasah. Prinsip pemerataan, penyetaraan dan keadilan untuk memperoleh kesempatan belajar, efisiensi, kualitas pembelajaran yang tinggi merupakan karakteristik utama yang dimiliki pendekatan Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) ini.
Dalam kaitan ini, persyaratan utamanya adalah (1) adanya kebutuhan untuk berubah (self of change) atau inovasi, (2) adanya desain organisasi pendidikan, (3) proses perubahan sebagai proses belajar, (4) adanya budaya profesional (corporate culture) di sekolah/ madrasah.
Tujuan utama Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) adalah meningkatkan efisiensi, kualitas dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Peningkatan kualitas diperoleh melalui partrisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan profesionalitas guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yang dapat menumbuh-kembangkan suasana yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat utama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi tanggungjawab pemerintah.
Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) memberi peluang bagi kepala madrasah, guru dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di madarasah, terutama yang berkaitan dengan kurikulum, pembelajaran, manajemen, sebagaimana yang tumbuh dari aktifitas, kreatifitas dan profesionalitas yang dimiliki masing-masing individu masyarakat madrasah.
Keterlibatan masyarakat dalam komite madrasah di bawah monitoring lembaga maupun pemerintah, mendorong madrasah untuk lebih terbuka, demokratis dan bertanggungjawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberi kemungkinan kepada madrasah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina peserta didik, guru dan petugas lain yang ada di lingkungan madrasah.
Penerapan Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) sangat tepat dengan konteks sekarang. Karena secara konsepsional, Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) membawa kemajuan positif terhadap peningkatan kinerja madrasah dalam hal kualitas dan efisiensi manajemen keuangan. Madrasah Berbasis Manajemen (MBM) akan meningkatkan kualitas belajar mengajar, karena pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cepat serta meningkatnya semangat guru maupun pengelola madrasah untuk melakukan tugasnya dengan baik.
Dalam urusan kurikulum, Majid (2004:2-3) dalam bukunya menuturkan, bahwa salah satu komponen yang menjadi faktor penyebab menurunnya kualitas pendidikan adalah kurikulum. Kritikan cukup tajam terhadap kurikulum, antara lain : kurikulum terlalu padat, tidak sesuai dengan kebutuhan anak, terlalu memberatkan anak, merepotkan guru dan lain sebagainya. Oleh karena itu akan dilakukan inovasi melalui penerapan pengalaman belajar yang diarahkan untuk mencapai penguasaan skills dan kompetensi.
Agar kualitas pendidikan di madrasahnya tidak mengalami degradasi, maka kepala madrasah hendaknya megimplementasikan kurikulum nasional dengan baik seperti KTSP Berkarakter, Kurikulum 2013 ataupun inovasi kurikulum diantara keduanya.
KTSP Berkarakter maupun Kurikulum 2013 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mencapai keberkualitasan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini telah digariskan dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, melalui Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan mengenai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggup jawab”. Undang-undang ini diperjelas pada pasal 46 Bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Sejalan dengan Undang-undang diatas, Abu Ahmadi menjelaskan tentang tujuan pendidikan nasional adalah : “Membangun kualitas manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya sebagai warga negara yang berjiwa Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur dan kepribadian yang kuat, cerdas, terampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani sehingga mampu mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakatnya“.
Lebih lanjut, inovasi kurikulum dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KTSP inovasi juga diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Inovasi kurikulum memfokuskan pada perolehan kompetensi-kompetensi  tertentu oleh peserta didik. Oleh karena itu kurikulum ini mencakup sejumlah kompetensi dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku/ keterampilan peserta sebagai suatu kriteria keberhasilan. Kegiatan pembelajaran perlu diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sesuai dengan konsep belajar tuntas (master learning) dan pengembangan bakat, setiap peserta didik harus diberi kesempatan untuk mencapai tujuan sesuai dengan kemampuan dan kecepatan belajar masing-masing.
Penerapan inovasi kurikulum di madrasah berupa seperangkat pembelajaran beserta tujuannya, yang dimodifikasi dengan penambahan muatan materi tertentu dengan melibatkan pihak luar (Partnership School) secara langsung sebagai tutor. Hal ini didasarkan pada kepentingan dan tuntutan publik sebagai manifestasi skills dan kemandirian siswa dikemudian harinya dalam menyosong era perubahan zaman. Adapun tingkat keberhasilan implementasi inovasi kurikulum ini sangat ditentukan oleh kepala madrasah, guru, siswa, karyawan, orang tua dan masyarakat yang dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan madrasah.
Mulyasa (2004: 181) menyatakan bahwa keberhasilan itu antara lain dapat dilihat dari indikator; (a) adanya peningkatan kualitas pendidikan, yang dapat dicapai oleh sekolah melalui kemandirian dan inisiatif kepala sekolah dan guru dalam mengelola dan mendayagunakan sumber-sumber yang tersedia; (b) adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan dan penggunaan sumber pendidikan melalui pengembangan tanggungjawab yang jelas transparan dan demokratis; (c) adanya peningkatan perhatian serta partisipasi warga dan masyarakat sekitar sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui keputusan bersama; (d) adanya peningkatan tanggungjawab sekolah kepada pemerintah, orang tua dan masyarakat pada umumnya berkaitan dengan kualitas sekolah, baik dalam intra maupun ekstra kurikuler; (e) adanya kompetisi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan melalui upaya-upaya inovasif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat; (f) tumbuhnya kemandirian dan kurangnya ketergantungan di kalangan warga sekolah, bersifat adaptif, proaktif, memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, berani mengambil resiko dengan pertimbangan yang matang); (g) terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, yang lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar berkarya (learning to do), belajar manjadi diri sendiri (learning to be) dan belajar hidup bersama secara harmonis (learning to live together); (h) terciptanya iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyable laerning).
Adanya proses evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan. Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditunjukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi untuk memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut bagi perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran di sekolah.
Dalam proses belajar mengajar, kepala madrasah hendaknya selalu menekankan pada proses pembelajaran yang produktif, dinamis, kondusif, harmonis dan menyenangkan antara guru dengan siswa. Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang kendali utama. Siswa melakukan kegiatan belajar dan guru melakukan kegiatan mengajar. Dua konsep tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan manakala terjadi interaksi antara guru dan siswa pada saat pembelajaran berlangsung.
Dalam urusan guru, kepala madrasah berusaha agar para guru menjadi profesional dan selalu meningkatkan mutu pribadinya. Langkah yang ditempuh oleh kepala madrasah adalah dengan mengirim beberapa guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan dan studi banding ataupun yang lainnya.
Implementasi manajemen peningkatan mutu dan kualitas madrasah mempersyaratkan adanya guru profesional. Guru merupakan salah satu komponen pendukung terciptanya tujuan luhur pendidikan disamping program kegiatan belajar, siswa, sarana dan prasarana pendidikan, uang, lingkungan masyarakat serta pegawai. Upaya untuk meningkatkan profesionalitas guru harus terus dilaksanakan.
Dalam bidang akademik, prestasi siswa juga memainkan peranan penting dalam menetapkan baik-tidaknya mutu sebuah madrasah. Kepala madrasah hendaknya terus berusaha memacu diri agar betul-betul berkualitas serta memiliki daya saing tinggi diantara madrasah-madrasah lainnya.
Dalam bidang program, kepala madrasah juga harus dapat memastikan bahwa setiap bidang studi selalu diusahakan agar dikuasai tiap siswanya secara maksimal, sehingga membutuhkan kolaborasi antara muatan madrasah yang notabenenya berbasis agama dengan muatan umum. Maka dalam prakteknya, guru bidang studi umum yang bersentuhan dengan muatan agama diharapkan melakukan tindak kerja sama dengan guru bidang studi agama, ataupun sebaliknya. Sedangkan guru bidang studi yang tidak berhubungan dengan muatan agama diarahkan untuk bekerja sama dengan partner madrasah yang telah ditunjuk kepala madrasah.
Dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, kepala madrasah menggalang partisipasi orang tua dan masyarakat. Tujuannya adalah agar mereka mau berpartisipasi proaktif terhadap madrasah, karena madrasah adalah tangungjawab bersama antara yayasan penyelenggara pendidikan, pemerintah, orang tua dan masyarakat, sesuai dengan RI. No. 20 Tahun 2003 pasal 46 yang berbunyi : Bahwa penyelenggaraan pendidikan nasional adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah”.
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di madrasah, kepala madrasah dituntut untuk selalu bertindak kreatif-inovatif dengan membuka jalur alternatif baru pembelajaran efektif, yakni membina hubungan kerja dengan instansi-instansi terkait dari pihak luar madrasah yang disebut partner madrasah sebagai wahana penunjang pengembangan kemampuan siswa-siswinya. Pembagian tugas pokok antara guru, staf madrasah dan partner madrasah pada akhirnya harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tumpang-tindih dengan kemadrasahan.

C.  Upaya Yang Dilakukan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan salah satu faktor utama yang mampu membuat madrasah menjadi unggul. Hal ini disebabkan kedisiplinan merupakan salah satu kebutuhan mendasar yang harus dimiliki oleh tiap individu yang menjalani gerak organisasi. Pengaturan kedisiplinan di Madrasah ini didukung sistem MBM (Madrasah Berbasis Manajemen), sehingga segala sesuatu yang telah disahkan menjadi program madrasah dapat terlaksana dengan maksimal. Semua aturan yang berhubungan dengan kedisiplinan belajar di lingkungan madrasah selalu dimonitoring oleh Tim Tegak Disiplin, yakni petugas-petugas yang ditunjuk resmi oleh madrasah seperti Osis, perangkat kelas dan wali kelas. Mereka diberikan wewenang dan tanggungjawab penuh dalam menegakkan disiplin siswa, disamping itu ada aturan yang mewajibkan agar tiap individu siswa warga madrasah agar bersikap lebih dewasa.

D.  Faktor Yang Sangat Mempengaruhi Kepala Madrasah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Lingkungan Madrasahnya
Seorang kepala madrasah yang handal sudah seharusnya mampu mengarahkan, memotivasi serta menyelesaikan hal-hal sulit yang dialami oleh organ manajemen madrasahnya dengan arif dan bijaksana, sehingga tujuan lembaga pendidikan yang diembannya dapat dicapai dengan baik dan maksimal. Melakukan tindak manajemen secara efektif dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dapat dimungkinkan, jika kepala madrasah memiliki keterampilan manajemen yang baik.
Keterampilan dimaksudkan agar dapat mengelola sumber daya yang dimiliki organisasi kelembagaan, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lain secara efisien dan efektif. Selain itu juga selalu berusaha mengadakan atau mencari alternatif pemecahan masalah berkenaan dengan sumber daya yang tidak tersedia dalam organisasi. Hal ini disebabkan dalam proses manajerial tersebut terdapat faktor-faktor pendukung dan juga penghambatnya, sehingga dibutuhkan kecermatan dan ketepatan dalam menyikapi serta menangani berbagai faktor tersebut.
Berikut ini beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di lingkungan madrasahnya :
1. Faktor finansial, yakni faktor yang berhubungan dengan keuangan ataupun kebendaan madrasah.
2.   Faktor tata tertib yang berhubungan dengan kedisiplinan siswa, guru maupun staf madrasah. Sebagai komitmen besar dan mendasar untuk mewujudkan visi, misi serta tujuan luhur didirikannya madrasah, tidak terlepas dari cara meningkatkan efektifitas pembelajaran didalamnya.
Faktor pendukung utama dalam meningkatkan kedisiplinan siswa adalah adanya kewajiban menjaga stabilitas dan kondusifitas lingkungan belajar yang ditekankan oleh pihak madrasah kepada tiap siswa dan dijalankan melalui Osis, perangkat kelas beserta wali kelas masing-masing sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing elemen. Sedangkan faktor pendukung utama kedisiplinan guru dan staf adalah adanya peraturan yang mengikat semua elemen madrasah beserta strukturnya yang jelas dan sistematis. Faktor-faktor tersebut juga turut mendorong adanya komunikasi dua arah, yakni antara pihak madrasah dengan siswa, pihak madrasah dengan para staf dan guru, antara komite madrasah dengan lembaga/ yayasan, komite madrasah dengan pihak madrasah dan antara pihak madrasah dengan lembaga/ yayasan yang menaunginya.
Sukses dan tidaknya sebuah proses pendidikan dalam sebuah institusi/ lembaga pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor individu pelaku pendidikan didalamnya, yang diantaranya juga tercakup staf dan gurunya.
3.   Faktor lingkungan madrasah yang kondusif, bersih, tertib, rapi dan nyaman.
4. Faktor sarana dan prasarana yang dimiliki atau yang disediakan madrasah untuk proses pembelajaran didalamnya.
5.  Faktor kerja sama, baik dengan masyarakat sekitar madrasah, wali siswa, instansi pemerintah dan instansi lainnya yang terkait dengan madrasah.
6. Faktor kemampuan yang dimiliki semua elemen madrasah, baik sumber daya manusianya, sumber daya alamnya maupun sumber-sumber yang lainnya.
7.   Faktor legalitas madrasah.
Setiap faktor diatas pastinya akan direspon kepala madrasah untuk ditelaah ulang terhadap kesesuaian ataupun kebutuhan lembaga madrasahnya, sehingga perubahan yang terjadi akan melahirkan perubahan kultur kualitas yang sangat ditentukan oleh kemampuan manajerial seorang kepala madrasah. Oleh sebab itu, kepala madrasah sebagai motor penggerak utama yang seharusnya mampu mempengaruhi anggota timnya, yaitu para guru dan pegawai agar bekerja secara sukarela, menampilkan kinerja tinggi untuk mencapai standart kualitas yang diharapkan masyarakat, lapangan kerja, industri dan pemerintah.

E.  Langkah Yang Sebaiknya Ditempuh Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Dukungan Untuk Mengatasi Hambatan
Langkah apapun yang ditempuh untuk segera dilakukan kepala madrasah dalam bidang kependidikan bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan dilingkungan madrasahnya. Karena itu, madrasah harus berani berjuang untuk menjadi pusat kualitas (center for excellence) dan ini mendorong tiap madrasah agar dapat menentukan visi dan misinya dalam mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan masa depan siswanya, sebagai generasi penentu tegaknya bangsa.
Untuk mewujudkan kualitas pendidikan tersebut, madrasah harus mendapat dukungan dari masyarakat, dalam arti bahwa masyarakat berhak untuk berperan pro-aktif dalam perencanaan, pelaksanaan pengawasan serta evaluasi program pendidikan di satuan pendidikan tertentu. Langkah strategis yang ditempuh kepala madrasah seperti ini, dapat meningkatkan kualitas dukungan terhadap mutu pendidikan madrasah. Adapun strategi dalam meminimalisir hambatan dimadrasah adalah menyerahkan kepada masyarakat untuk berpartisipasi proaktif dalam peningkatan kualitas pendidikan, melalui optimalisasi peran komite madrasah dan perwakilan warga masyarakat setempat.

F.   Penutup
Inilah konsep dasar madrasah berbasis manajemen (MBM) yang ditawarkan untuk dilaksanakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di madrasah secara total, yang lazimnya disebut Total Quality Management (TQM).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Agustian, A. G. 2001. ESQ Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga
At-Thabrany. 1995. Al-Mu’jam Al-Auwsath. Cairo : Darul Fikr
Bawani, Imam. 1987. Segi-segi Pendidikan Islam. Surabaya : Al-Ikhlas.
Burhanuddin. 2002. Manajemen Pendidikan Wacana, Proses & Aplikasinya di Sekolah. Malang : Universitas Negeri Malang
Chalim, Asep Saifuddin-Hartono, Djoko-Munawaroh. 2012. Urgensi Kepemimpinan Inovatif. Surabaya: Jagad ‘Alimussirry
Hafidhuddin, Didin. 2006. Agar Layar Tetap Terkembang. Jakarta: Gema Insani Press
Ihsan. 2003. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Majid. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Mulyasa. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Moedjiarto. 2002. Sekolah Berkualitas, Metodologi untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan. Yogyakarta : Duta Graha Pustaka
Nata, Abuddin. 2008. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta : Fajar Interpratama.
Pidarta, Made. 2005. Perencanaan Pendidikan Partisipatori. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Rouf, Abdur. 2004. Strategi Pengelolaan Sekolah Menengah Umum Unggulan Al-Fattah Desa Siman Kecamatan Sekaran Kabupaten Lamongan. Tesis tidak diterbitkan. Sidoarjo: PPs STAI Al-Khoziny
Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media
Safaruddin. 2002. Manajemen Kualitas Terpadu dalam Pendidikan. Jakarta: Grasindo
Sallis, Edward. 2011. Total Quality Managemen in Education, dialih bahasakan oleh Ali Riyadi. Jogjakarta: IRCiSoD
Tilaar, H.A.R. 2002. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Wahjosumidjo. 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada